"UU yang ada saat ini sudah tidak cocok lagi untuk diterapkan mengingat fenomena bisnis jasa penyediaan transportasi berbasis aplikasi mobile sudah menjamur di masyarakat," ujar Ketua JTW, Andi Sinaga, dalam siaran persnya, Senin.
Lebih lanjut, menurut dia, UU LLAJ Nomor 22/2009 yang berlaku saat ini tidak mengatur tentang penggunaan motor dan bajaj sebagai sarana transportasi umum. Sepeda motor tidak dikenal dalam sistem transportasi nasional ataupun domestik.
Saat ini sudah tiga perusahaan ojek berbasis online yang beroperasi, yaitu Go-Jek, Grab Bike, dan Blu Jek. Masyarakat menyambut baik operasinonalisasi mereka, terkhusus saat ada program promo.
Akan tetapi, sebagian masyarakat juga melihat fenomena ini sebagai kegagalan negara dan pemerintah dalam menyediakan sarana angkutan umum yang handal dan terintegrasi.
Apalagi penjualan mobil pribadi sangat gencar dipromosikan, yang sering mencapai angka 1,1-1,2 juta mobil baru setahun; sepeda motor jauh lebih banyak lagi. Dengan begitu, masyarakat tidak memiliki alternatif memadai selain membeli mobil dan sepeda motor.
Padahal, aturan hukum yang jelas mengenai hal ini diperlukan.
Kemudian, perlu juga ada aturan yang mengatur secara tegas SIM khusus untuk pengemudi ojek dan bajaj, agar pemantauan dan penindakan terhadap pengemudi tersebut dapat dilakukan apabila melanggar hukum.
"Revisi tersebut diperlukan untuk mencegah aksi-aksi kriminal dan perlindungan terhadap konsumen pemakai jasa transportasi berbasis aplikasi mobile itu dan perlakuan yang kurang menyenangkan dari pengelola dan pekerja jasa transportasi tersebut," tutur Sinaga.
Bisnis jasa penyediaan transportasi berbasis aplikasi mobile akan semakin berkembang dinamis dan akan merambah kota – kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan, dan Makasar.
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015