Tokyo (ANTARA News) - Pemerintah Jepang, Jumat, meneruskan rencana legislasi Undang-undang Pertahanan baru yang bisa membuat negara tersebut dapat mengirim tentara ke luar negeri untuk pertama kalinya sejak Perang Dunia II.

Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe, menjelaskan perubahan kebijakan --yang akan menjadi perubahan terbesar bagi pertahanan Jepang sejak pembentukan militer pasca-perang pada 1954-- diperlukan demi menghadapi tantangan baru, di antaranya China.


Salah satu implikasi dari warisan masa Perang Dunia II atas sejarah kelam militerisme Jepang adalah negara itu tidak memiliki angkatan perang atau angkatan bersenjata, melainkan Pasukan Bela Diri Jepang.


Pada faktanya, Jepang memiliki kemampuan secara mandiri membuat sistem persenjataannya yang modern, termasuk meluncurkan kapal perang penjelajah kelas Hyuga, yang lebih mirip dan berkemampuan sebagai "kapal induk mini".

Namun rancangan undang-undang baru itu kemudian memicu protes besar dari warga setempat karena dinilai melanggar konstitusi dan berpotensi menyeret Jepang dalam konflik yang melibatkan Amerika Serikat.

Amerika Serikat kini mendukung rencana strategis Jepang itu. Namun China, yang mempunyai pengalaman pahit pada masa penjajahan Jepang di Semenanjung Manchuria, telah berulangkali menyatakan keberatan.

"Kami baru-baru ini mendengar bahwa perlawanan publik Jepang semakin keras. Kami meminta Jepang untuk mendengarkan suara domestik maupun internasional, serta belajar dari sejarah demi menjaga perdamaian dan stabilitas kawasan," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Hong Lei, kepada sejumlah wartawan pada Jumat.

Partai penguasa di Jepang, Partai Demokratik Liberal, kini mendesak agar majelis tinggi perwakilan rakyat mengesahkan undang-undang perubahan peran militer sebelum dimulainya hari libur lima hari pada Sabtu depan. Pada saat itulah diperkirakan gelombang demonstrasi besar akan muncul.

Partai Abe kini memang menguasai sebagian besar kursi majelis tinggi. Namun demikian sejumlah partai oposisi tengah menyerahkan mosi kecaman sekaligus mosi tidak percaya di majelis rendah untuk menghalangi voting undang-undang militer baru.

Dua mosi tersebut kalah oleh suara mayoritas.

Undang-undang, yang akan merevisi larangan pertahanan diri kolektif atau membela negara sahabat yang terkena serangan, itu akan dibahas dalam sidang paripurna setelah disahkan oleh panel majelis tinggi.

Sementara itu di luar gedung parlemen, ribuan pengunjuk rasa datang setiap hari sepanjang pekan ini. Mereka meneriakkan slogan: batalkan rancangan undang-undang perang dan mundur Abe.

Sejumlah pengamat mengatakan bahwa rancangan undang-undang militer yang baru merupakan penghinaan terhadap konstitusi dasar yang cinta damai. Dia juga menilai Abe telah menggunakan cara otoriter dalam mendorong pengesahan.

"Isi, proses, dan doktrin dari rancangan undang-undang pertahanan ini beresiko mengubah jalur yang telah kami lalui selama 70 tahun terakhir sebagai negara damai dan demokratis," kata tokoh dari oposisi Partai Demokrat, Yukio Edano.

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015