Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah akan mencabut Peraturan Menteri Perdagangan No. 58 Tahun 2012 tentang Ketentuan Impor Garam, dimana salah satu poin utama dalam perubahan tersebut adalah menghilangkan rekomendasi impor dari Kementerian Perindustrian.
"Untuk garam, Kemenperin mengatakan bahwa mereka tidak lagi memberi rekomendasi," kata Ketua Tim Deregulasi Perdagangan, Arlinda, dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat.
Arlinda menjelaskan, saat ini Kementerian Perdagangan tengah melakukan debirokratisasi untuk importasi garam, dimana arahan dari Presiden Joko Widodo agar menghilangkan rekomendasi yang biasanya dikeluarkan oleh Kementerian Perindustrian.
"Karena amanat, kita akan lakukan," kata Arlinda.
Nantinya, Permendag 58/2012 tersebut akan dicabut dan digantikan dengan Peraturan Menteri Perdagangan yang baru dengan penyederhanaan seperti penghapusan status Importir Terdaftar (IT), Importir Produsen (IP) dan hanya menggunakan Angka Pengenal Importir-Produsen (API-P) saja.
"Tidak ada lagi importir terdaftar maupun importir produsen, yang ada tinggal angka pengenal importir saja," ujar Arlinda.
Selain itu, lanjut Arlinda, juga akan dihapus persyaratan Nomor Pokok Wajib pajak (NPWP) dan untuk pengawasan akan dilakukan post audit. Sementara untuk penetapan besaran alokasi impor akan diputuskan pada forum Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas).
"Penentuan alokasi dilakukan melalui rakortas. Akan terdiri dari instansi terkait," kata Arlinda.
Sekedar informasi, impor garam industri aneka pangan pada 2013 mencapai 277.475 ton, jumlah tersebut meningkat pada 2014 sebesar 473.133 ton. Peningkatan juga terjadi pada impor garam industri, dari 1,74 juta ton pada 2013 meningkat menjadi 1,77 juta ton pada 2014.
Namun, pada 2015 kuota impor garam untuk dua kategori tersebut mengalami penurunan. Untuk impor garam industri aneka pangan dibatasi menjadi 379.000 ton dan garam industri sebesar 1,5 juta ton.
Dalam kesempatan tersebut, Plt Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Karyanto Suprih, mengatakan bahwa sesungguhnya sudah ada rencana untuk melakukan revisi Permendag 58/2012 tersebut, namun dikarenakan ada perubahan yang cukup mendasar maka perubahan itu tidak akan seperti yang direncanakan sebelumnya.
"Soal garam, Permendag 58 memang sedang direvisi, tapi di tengah jalan ada perubahan, maka sekaligus saja. Revisi Rermendag garam itu hanya mengatur impor garam industri," kata Suprih.
Beberapa waktu lalu, pemerintah telah berencana untuk merevisi aturan impor garam untuk meningkatkan penyerapan garam rakyat di pasar dalam negeri.
Dalam rancangan Permendag itu, importir produsen (IP) garam konsumsi dan garam industri wajib menyerap garam rakyat minimal 50 persen dari total kapasitas produksinya. Kewajiban menyerap garam dalam negeri tersebut menjadi salah satu syarat untuk mendapatkan rekomendasi impor.
Adapun, jika pada aturan sebelumnya importir hanya wajib mengantongi rekomendasi impor dari Kementerian Perindustrian, maka nantinya importir juga harus mendapatkan rekomendasi impor dari Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Namun, dengan adanya Paket Kebijakan Ekonomi yang dikeluarkan oleh pemerintah, maka nantinya revisi aturan importasi garam tersebut akan berbeda dengan apa yang sudah diwacanakan khususnya terkait dengan adanya penghilangan rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.
Paket deregulasi dan debirokratisasi pada Kementerian Perdagangan menyangkut 32 regulasi yang terbagi dari sebanyak 30 Peraturan Menteri Perdagangan dan dua Peraturan Direktur Jenderal. Dari 32 regulasi tersebut diklasifikasi menjadi delapan regulasi yang masuk dalam paket deregulasi dan 24 regulasi yang masuk dalam paket debirokratisasi.
Kementerian Perdagangan mengatur 121 izin ekspor-impor, dimana sebanyak 74 izin diantaranya melibatkan rekomendasi dari 20 Kementerian atau Lembaga.
Dalam paket deregulasi tersebut, Kemendag menghapus dan atau menghilangkan 38 izin yang meliputi empat izin jenis Eksportir Terdaftar (ET), 21 izin jenis Importir Terdaftar (IT) dan 13 izin jenis Importir Produsen atau 31,4 persen.
Pewarta: Vicki Febrianto
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2015