Belum lagi soal fasilitas yang diberikan, DPR jauh lebih minim daripada fasilitas jabatan yang diterima eksekutif.
"Lalu, mengapa publik dan media massa malah mem-bully tunjangan jabatan yang diterima anggota DPR?" kata Bambang di Gedung DPR, Jakarta, Jumat. DPR disorot lagi setelah mewacanakan pembangunan gedung baru di Kompleks Perlemen, Senayan. Kali ini permintaan kenaikan banyak pos tunjangan mereka.
Menurut Haryo, selama ini tidak ada kesetaraan anggaran yang diterima tiga lembaga, baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif.
Dari ketiganya, legislatif menerima paling kecil. DIa membandingkan anggaran tunjangan jabatan yang diterima seorang menteri dengan seorang anggota DPR.
Bila seorang menteri pergi ke daerah, kata dia, dipastikan ia membawa pejabat eselon I atau II. Belum lagi saat berada di daerah, para kepala daerah dipastikan berdatangan menyambut menteri sejak di tangga pesawat terbangnya.
Itu saja sudah menghabiskan anggaran yang sangat besar; minimal biaya BBM para pejabat itu dan makan-minum "sekedarnya" di ruang tunggu VIP bandara. Belum termasuk anggaran pengawalannya. DPR tak menerima itu semua.
Miliaran rupiah bisa dihabiskan dalam sepekan, bila ada kunjungan ke daerah atau luar negeri seorang menteri. Bahkan, aturan dan larangan menggelar rapat atau seminar dan lain-lain di hotel atau restoran bagi instansi pemerintahan tidak lagi kencang dipatuhi.
“Coba lihat ruangan menteri yang jadi pembantu presiden. Mestinya menteri itu sejajar dengan tenaga ahli (TA) anggota DPR yang sama-sama pembantu," katanya.
Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015