Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia menilai penundaan kenaikan suku bunga oleh Bank Sentral AS The Fed akan tetap berdampak terhadap rupiah kendati fundamental ekonomi Indonesia menunjukkan perbaikan yang positif.
"Tentu (kebijakan The Fed) akan berdampak terhadap nilai tukar. Selama Indonesia masih ada defisit transaksi berjalan, penggunaan rupiah yang belum meluas, kewajiban karena ada utang dan bunga yang cukup banyak, memang ada tekanan terhadap rupiah, termasuk ketika di pasar modal ada dana yang keluar," kata Gubernur BI Agus Martowardojo saat ditemui di Kantor Pusat BI, Jakarta, Jumat.
Menurut Agus, fundamental ekonomi Indonesia menunjukkan kecenderungan atau tren yang baik. Inflasi pada tahun ini diperkirakan dapat mencapai target empat plus minus satu persen. Neraca transaksi berjalan kendati masih defisit, sudah menuju ke arah yang lebih sehat.
"Tapi kita lihat di Indonesia ada tekanan karena dana asing ada yang keluar dari Indonesia. Jika Januari sampai September tahun lalu dana yang masuk mencapai Rp170 triliun, saat ini hanya Rp40 triliun karena ada capital reversal di pasar modal," ujar Agus.
Agus menuturkan, sebelumnya banyak pihak yang berfikir The Fed dapat menaikkan suku bunga agar tidak lagi terjadi ketidakpastian yang sudah setahun terakhir membayangi.
"Berdasarkan data dependent mereka akhirnya diputuskan suku bunga tidak dinaikkan. Statement-nya disimpulkan dovish, artinya kecenderungan menaikkan bunga tidak tinggi," kata Agus.
Ia menambahkan, perkembangan terakhir ekonomi AS cukup dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi dunia dan inflasi juga dinilai tidak akan tercapai dalam waktu dekat.
"Jadi ketika mereka putuskan tidak ada penyesuaian, mungkin orang bisa membaca bahwa bulan depan apakah ada FOMC meeting tidak besar (kemungkinannya) ya. Bisa-bisa Desember pun belum tentu ada dan bisa-bisa sampai 2016," ujar Agus.
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2015