"Kalau PP maka sifatnya akan lintas periode, sementara Inpres bisa jadi hanya pada periode presiden menjabat saja. Maka SDGs ini harus segera diadopsi menjadi PP jika nanti selesai dibahas di forum Persatuan Bangsa-Bangsa," kata Diah di Jakarta, Kamis.
Staf Khusus Menteri Kesehatan Bidang Peningkatan Kemitraan dan SDGs ini mengatakan, Indonesia bisa berkaca dari pengalaman Tujuan-tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals/MDGs).
Saat itu, kata Diah, MDGs terlalu terlambat diadopsi Indonesia menjadi PP sehingga banyak program-program MDGs tidak segera diterapkan di lembaga dan kementerian negara.
"Jadi kenapa kita berusaha secepat mungkin agar poin-poin SDGs menjadi PP? Karena kita tidak ingin terlambat dalam mengadopsinya," kata dia.
Jika SDGs sekedar jadi Inpres, kata dia, maka tidak ada jaminan adopsi program akan berlanjut apabila pemerintahan berganti kemepimpinan. Akan berbeda jika SDGs diadopsi menjadi PP maka siapapun pemimpinnya maka akan ada jaminan besar regulasinya akan berlanjut.
SDGs dicanangkan untuk melanjutkan tujuan utama MDGs yang belum tercapai, seperti permasalahan kesehatan ibu dan anak, akses terhadap air bersih dan sanitasi, kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan serta status nutrisi.
Selain itu, SDGs juga terbuka bagi beberapa isu pembangunan yang muncul sejak MDGs lahir di tahun 2000, seperti ketersediaan anggaran, perubahan iklim, ketersediaan energi dan lainnya.
SDGs melibatkan seluruh negara anggota PBB dan dianggap sebagai dokumen yang komprehensif dan inklusif. Dokumen SDGs ini rencananya akan diserahkan kepada Sekjen PBB pada Sidang Umum PBB ke-69 pada 23 September 2014.
Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015