Laju rupiah kembali berada di area negatif seiring belum adanya sentimen positif yang dapat meyakinkan pelaku pasar...
Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Rabu pagi bergerak melemah sebesar 38 poin menjadi Rp14.446 dibandingkan posisi sebelumnya Rp14.408 per dolar AS.

"Laju rupiah kembali berada di area negatif seiring belum adanya sentimen positif yang dapat meyakinkan pelaku pasar bahwa perekonomian domestik akan membaik secara berkelanjutan," kata Kepala Riset NH Korindo Securities Indonesia Reza Priyambada di Jakarta, Rabu.

Ia mengatakan bahwa sentimen dari dalam negeri mengenai data neraca perdagangan Indonesia yang telah dirilis Badan Pusat Statistik tampakya tidak terlalu mendapat respon positif dari pelaku pasar.

BPS mencatat neraca perdagangan Indonesia pada Agustus 2015 surplus sebesar 433,8 juta dolar AS, yang dipicu oleh surplus sektor nonmigas sebesar 1,01 miliar dolar AS meskipun sektor migas mengalami defisit 580 juta dolar AS.

Sementara itu, lanjut dia, kabar mengenai pertumbuhan kredit di negara-negara berkembang yang mengkhawatirkan dan lebih rentan terhadap krisis menambah sentimen negatif pada laju mata uang Asia, termasuk rupiah.

"Fluktusi mata uang rupiah juga diprediksi masih akan tinggi menyusul belum adanya kepastian mengenai rencana the Fed untuk menaikkan suku bunganya. Kondisi itu semakin membuat mata uang di negara-negara berkembang termasuk Indonesia menjadi kurang menarik," katanya.

Sementara itu, Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra mengatakan bahwa dolar AS menguat di awal perdagangan Asia, termasuk di Indonesia menyusul beragamnya sentimen di pasar keuangan global.

"Data belanja konsumen AS yang baik mempertahankan harapan bahwa the Fed akan menaikan suku bunganya pada September ini. Namun, inflasi Amerika Serikat yang masih jauh di bawah target the Fed untuk tiga tahun terakhir, dan pertumbuhan upah yang tidak sejalan dengan pemulihan di pasar kerja AS, juga menciptakan teka-teki langkah the Fed," katanya.

Sentimen yang bervariasi itu, menurut dia, membuat pelaku pasar memilih langkah aman dengan memegang dolar AS karena dinilai minim risiko dibandingkan mata uang lainnya.

Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2015