Dari 20 perusahaan perkebunan dan hutan tanaman industri yang diperiksa dalam beberapa hari terakhir, akhirnya penyidik memperoleh bukti yang kuat untuk menetapkan enam perusahaan di antaranya ditingkatkan ke tahap penyidikan dan direkturnya ditetapk

Palembang (ANTARA News) - Kepolisian Daerah Sumatera Selatan menahan enam direktur perusahaan perkebunan yang diduga melakukan pembakaran hutan dan lahan di area yang dikuasainya secara sengaja atau membiarkan areanya terbakar.

"Dari 20 perusahaan perkebunan dan hutan tanaman industri yang diperiksa dalam beberapa hari terakhir, akhirnya penyidik memperoleh bukti yang kuat untuk menetapkan enam perusahaan di antaranya ditingkatkan ke tahap penyidikan dan direkturnya ditetapkan menjadi tersangka," kata Kapolda Sumatera Selatan Irjen Pol Iza Fadri di Palembang, Selasa.

Menurut dia, enam direktur perusahaan perkebunan dan HTI yang ditetapkan sebagai tersangka itu, sekarang ini sudah dilakukan penahanan di sejumlah tempat terpisah dan identitasnya masih dirahasiakan untuk kepentingan penyidikan dan pengembangan kasus.

Masing-masing dua tersangka saat ini ditahan di Mapolda Sumsel dan Polres Banyuasin, serta masing-masing satu tersangka ditahan di Polres Ogan Komering Ilir (OKI), dan satu tersangka ditahan di Polres Musi Banyuasin.

Selain pimpinan perusahaan perkebunan, pihaknya juga telah menetapkan 14 warga sipil sebagai tersangka yang diduga kuat membuka lahan untuk perkebunan pada musim kemarau ini dengan cara membakar, ujarnya.

Menurut dia, bencana kabut asap pada musim kemarau sekarang ini mulai mengganggu berbagai aktivitas dan kesehatan masyarakat, oleh karena itu siapapun yang terbukti menjadi penyebab bencana itu harus ditindak tegas sesuai dengan ketentuan hukum.

"Masyarakat dan pihak perusahaan sesuai ketentuan pada musim kemarau dilarang melakukan pembakaran untuk membersihkan atau membuka lahan pertanian/perkebunan baru, jika sampai terbukti sengaja melanggar larangan itu akan diproses secara hukum," ujar kapolda.

Sementara sebelumnya Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumsel Hadi Jatmiko menyatakan penegakkan hukum merupakan kunci untuk mengatasi masalah kabut asap yang terjadi pada setiap tahun atau musim kemarau di provinsi tersebut.

"Berdasarkan hasil pengamatan dan data yang dihimpun aktivis lingkungan, kabut asap sebagian besar berasal dari kebakaran hutan dan lahan areal konsesi perusahaan terutama perkebunan yang diduga secara sengaja dibakar untuk membersihkan lahan dan tidak melakukan tindakan pencegahan," ujarnya.

Menurut dia, titik panas atau "hotspot" yang terdeteksi pada setiap musim kemarau di wilayah provinsi yang memiliki 17 kabupaten dan kota itu, sebagian besar berada di areal konsesi perusahaan perkebunan, hutan tanaman industri (HTI), dan sejumlah perusahaan lainnya.

Berdasarkan pantauan melalui satelit, titik panas di areal konsesi perusahaan setiap tahun menunjukkan jumlah peningkatan.

Pada musim kemarau 2014 dalam wilayah konsesi perusahaan terdapat sekitar 300 titik panas, sedangkan pada musim kemarau tahun ini terdeteksi 670 titik panas bahkan jumlahnya pada malam hari bisa lebih banyak lagi karena diduga perusahaan melakukan pembakaran untuk membuka lahan baru atau membersihkan lahan pascapanen.

Melihat fakta tersebut, jika wilayah Sumsel ingin terbebas dari masalah kabut asap yang mengancam pada setiap musim kemarau, harus melakukan penegakan hukum dan meninjau ulang izin perusahaan yang berada di kawasan hutan dan lahan gambut, kata aktivs lingkungan itu.

Pewarta: Yudi Abdullah
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015