Apabila 100 juta penumpang melakukan kegiatan naik turun pesawat maka bisa menghasilkan tidak kurang dari Rp500 triliun setiap tahunnya.""Pemerintah butuh kerja sama, kebersamaan dan semua pihak, seluruh elemen bangsa," Presiden Joko Widodo ketika mengumumkan paket deregulasi di Istana Merdeka, Rabu 9 Desember 2014.
Saat itu, Joko Widodo mengumumkan paket deregulasi yang bertujuan menggairahkan perekonomian nasional akibat melesunya kegiatan ekonomi dalam negeri, baik akibat faktor- faktor di dalam negeri maupun eksternal.
Saat mengumumkan paket deregulasi itu, Kepala Negara didampingi Menko Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro serta Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman Hadad.
Melalui paket ini, pemerintah ingin meningkatkan daya saing industri nasional, debirokratisasii serta mempercepat pelaksanaan proyek-proyek strategis.
Berbagai peraturan itu akan diterbitkan pada bulan September dan Oktober sehingga diharapkan bisa segera dilaksanakan oleh kalangan dunia usaha.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia atau Apindo Hariyadi Sukamdani menyambut baik dikeluarkannya paket deregulasi ini karena diharapkan dapat menggairahkan dunia usaha nasional.
Jika dilihat dari pernyataan Kepala Negara serta berbagai komentar atau tanggapan lainnya, maka nampak jelas semua pihak memang sangat menunggu- nunggu bangkitnya kembali kegiatan ekonomi nasional karena dengan merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, maka biaya impor berbagai jenis barang menjadi melonjak.
Saat ini, nilai tukar rupiah terhadap dolar bisa mencapai angka rata-rata sekitar Rp14.307/ dolar pada beberapa bulan lalu masih ada pada kisaran Rp12.000/ dolar.
Jika kondisi rupiah membaik seperti harapan masyarakat, pengusaha dan tentu saja pemerintah, maka tentu ekonomi dalam negeri bakal bergairah kembali.
Akan tetapi jika rupiah makin melemah, maka harga barang impor terus melonjak padahal Indonesia masih terus mengimpor berbagai jenis barang modal dan barang substitusi (pengganti).
Karena Joko Widodo telah memerintahkan diterbitkannya paket deregulasi, maka kini yang menjadi pertanyaan masyarakat adalah apakah seluruh jajaran pemerintah sudah benar- benar siap melaksanakan paket ekonomi tersebut dan apakah sikap dan prilaku pegawai negeri sipil sudah mendukung kebijaksanaan- kebijaksanaan terkini itu.
Rakyat di Tanah Air misalnya melihat bahwa Presiden baru- baru ini mendadak mengunjungi Pelabuhan Tandjung Priok, Jakarta Utara untuk langsung mengecek proses bongkar muat peti kemas atau kontainer dari luar negeri, sehingga orang awam kini mulai mengenal kata" dwelling time". Kemudian Jokowi mempopulerkan istilah "tol laut" yakni harus tersedianya sarana angkutan laut yang cepat dan semurah mungkin.
Sementara itu, ketika akan memasuki Hari Idul Fitri" tahun 2015, nampak pemandangan begitu banyak orang yang ingin mudik dengan menggunakan pesawat udara, baik milik BUMN maupun swasta.
Karena harga tiket pesawat tidak jauh berbeda dengan kapal laut ataupun mobil atau kereta api maka tentu saja semakin banyak warga lebih senang naik pesawat apalagi waktu tempuhnya jauh dibawah mobil, kereta api ataupun kapal laut.
Untuk memenuhi lonjakan permintaan itu, maka pemerintah khususnya Kementerian Perhubungan terus membangun atau menambah jumlah lapangan terbang. Di Bandung, misalnya Bandara Hussein Sastranegara terus ditingkatkan daya tampungnya.
Sementara itu, Bandara Udara Internasional Soekarno-Hatta di Provinsi Banten terus menambah kemampuannya. Padahal Jakarta juga memiliki Bandara Hlim Perdanakusuma serta Pondok Cabe.
Kemudian, Medan sebagai ibu kota Provinsi Sumatera Utara telah memiliki Bandara Kuala Namu untuk menggantikan Bandara Polonia yang terasa makin sempit karena berada di kota besar itu. Kemudian Padang sudah" kehilangan" bandara Tabing, karena ada bandara yang megah sekali yakni Bandara Minangkabau yang terletak di Padang Pariaman.
Sekalipun pemerintah terus menambah berbagai bandara, tetap saja dibutuhkan bandara- bandara baru akibat melonjaknya minat rakyat terutama dengan bertambahnya jumlah "kelas menengah" akibat meningkatnya pendapatan mereka.
Bandara Lebak
Begitu melonjaknya minat orang untuk naik" gatotkaca" maka kemudian timbul gagasan agar di sekitar Jakarta dibangun bandara udara berskala internasional seperti Kabupaten Lebak, Provinsi Banten sebagai alternatif bagi Bandara Soekarno-Hatta.
"Kami sudah mengajukan izin bagi pembangunan bandara di Lebak, Banten . Untuk bandara-nya saja dibutuhkan sekitar 2000 hektare," kata Direktur PT Maja Raya Indah Semesta, Ishak. Direncanakan, juga akan dibangun jalur kereta api, fasilitas gudang pendingin atau cold storage dan lain-lain.
Ishak mengatakan jika "mimpinya" untuk membangun bandara di Lebak itu terwujud maka daya tampung lapangan terbang itu bisa mencapai tidak kurang dari 100 juta penumpang tiap tahunnya.
Di sana nanti akan dibuat empat runway gun memudahkan naik turunnya pesawat dalam waktu yang singkat. Apabila 100 juta penumpang melakukan kegiatan naik turun pesawat maka bisa menghasilkan tidak kurang dari Rp500 triliun setiap tahunnya.
"Presiden mendukung proyek ini, dan juga Gubernur Banten Rano Karno," kata Ishak. Bahkan Pemerintah Daerah Kabupaten Lebak sudah menerbitkan surat izin lokasi bagi PT Maja Raya Indah Semesta.
Sekalipun Kepala Negara, Gubernur Banten serta Pemda Lebak sudah menyetujui pembangunan bandara terbesar di Asia Tenggara itu, ternyata Kementerian Perhubungan belum mengeluarkan izin pembangunan, karena minta agar rencana proyek ini direvisi.
"Kami sudah merevisinya. Bahkan pada bulan Juli sudah kami kirimkan. Namun Menteri Perhubungan Ignasius Jonan belum mengeluarkan izin," kata Ishak dengan nada bertanya. Revisi yang diinginkan Menteri Perhubungan adalah menyangkut tata ruang udara karena lokasi itu berdekatan dengan pusat pendidikan penerbangan di Curug.
Ishak menegaskan bahwa revisi yang menyangkut tata ruang udara itu tidak menjadi masalah karena di beberapa negara pun seperti di Inggris ada bandara yang lokasinya berdekatan dengan pusat latihan bagi pilot.
"Kan nanti yang mengatur penerbangan adalah air traffic control atau ATC," kata Ishak.
Karena itu, ia sangat berharap agar Menhub Ignasius segera menyetujui dan mengeluarkan surat izin bagi pembangunan bandara tersebut.
"Saya tidak sendirian karena ada investor dari Singapura, Prancis dan Tiongkok yang siap membangun. Mereka membutuhkan kepastian apakah pemerintah menyetujui pembangunan bandara di Lebak ini," katanya.
. PT Maja Raya Indah Semesta tidak hanya akan membangun bandara yang membutuhkan lahan 2000 ha tapi juga perkotaan sehingga yang dibutuhkan seluruhnya adalah sekitar 5000 ha. Lahan yang sudah dibebaskan adalah 1500 ha.
Ia menyatakan bahwa pembangunan bandara ini amat diperlukan baik untuk kepentingan jangka pendek maupun jangka panjang. Untuk jangka pendek, pembangunan fisik pasti akan menyerap ribuan pekerja apalagi di tengah-tengah kelesuan ekonomi sehingga dapat menyerap ribuan pencari kerja yang sangat membutuhkan pemasukan bagi diri mereka sendiri dan ribuan anggota keluarganya.
Sementara itu, untuk jangka panjang, jika nantinya bandara Lebak ini sudah selesai, maka akan menjadi salah satu alternatif bagi Bandara Soekarno- Hatta yang juga berada di Provinsi Banten.
Karena itu, Ishak berulang kali menyampaikan harapannya agar Menhub Ignasius Jonan menyetujui pembangunan proyek ini apalagi jajaran Direktorat Jenderal Perhubungan sangat mendukung proyek ini.
Oleh Arnaz Firman
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015