Kedelai impor yang menjadi bahan dasar tempe di pasaran Lamongan harganya mulai tinggi, karena melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, sehingga kami menyiasati dengan memperkecil ukuran tempe,"
Lamongan (ANTARA News) - Sejumlah perajin tempe di Desa Plaosan, Kecamatan Babat, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur menyiasati mahalnya kedelai impor dengan mengurangi volume produksi, dari tiga kuintal per hari menjadi dua kuintal per hari.
Salah satu perajin tempe, Mahfud, Senin mengaku pengurangan volume produksi dilakukan agar usaha yang dirintis puluhan tahun itu tetap bisa bertahan di tengah mahalnya harga kedelai.
"Kami kurangi volume produksi agar pelanggan yang selama ini ada juga tidak hilang, sebab sebagian perajin ada yang terpaksa menutup sementara usahanya," kata Mahfud di Lamongan.
Perajin lain, Rodliyah mengaku mengurangi ukuran tempe jadi lebih kecil, sebagai salah satu siasat agar tetap bertahan di saat harga kedelai mahal.
"Kedelai impor yang menjadi bahan dasar tempe di pasaran Lamongan harganya mulai tinggi, karena melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, sehingga kami menyiasati dengan memperkecil ukuran tempe," katanya.
Ia mengaku, harga kedelai impor yang ada di pasaran Lamongan mencapai Rp7.150 per kilogram, padahal sebelumnya hanya sekitar Rp5.500 sampai Rp6.850 setiap satu kilogramnya.
"Dengan tingginya harga kedelai, juga membuat biaya produksi tempe meningkat, sementara harga penjualan tempe di pasar masih tetap, karena kalau dinaikkan banyak pelanggan kabur," katanya.
Rodliyah berharap pemerintah mampu mengatasi tingginya harga kedelai agar bisa segera turun, sehingga tidak membuat banyak perajin gulung tikar atau menutup usahanya.
"Saya juga berharap agar pemerintah mampu membuat kebijakan subsidi dan membantu menurunkan harga jual kedelai impor," ucapnya.
Sebelumnya, Kementerian Pertanian menargetkan Indonesia bisa swasembada kedelai pada 2018 melalui program dukungan bantuan pada para petani, sedangkan saat ini produksi kedelai rata-rata nasional mencapai 1,3 ton per hektare dan terus diupayakan lebih tinggi melalui menerapkan teknologi budi daya komoditas tersebut.
Pewarta: Abdul Malik
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015