Juru kampanye hutan Greenpeace Indonesia M. Teguh Surya di Jakarta, Minggu, mengatakan bahwa draf INDC Indonesia mengecewakan karena tidak memuat asumsi data yang menjadi landasan atau komitmen kuat dari pemerintah untuk mengakhiri deforestasi.
Menurut dia, hilangnya kalimat melindungi hutan Indonesia yang tersisa dengan meningkatkan upaya untuk melaksanakan komitmen nol deforestasi dari industri kelapa sawit dari draf INDC merupakan hal yang mengecewakan.
Bagaimanapun, lanjut dia, deforestasi, kerusakan, hingga kebakaran hutan dan lahan gambut masih menjadi penyumbang utama polusi dan emisi karbon.
Menurut Teguh, mengalihkan fokus utama pengurangan emisi karbon dari mitigasi Land Use, Land-Use Change, and Forestry (LULUCF) ke sektor energi tidak seharusnya dilakukan mengingat 60 persen emisi karbon masih berasal deforestrasi, terutama kerusakan gambut.
"Memang dengan ada pembangunan pembangkit listrik 35.000 megawatt yang mayoritas berasal dari energi batu bara merupakan ancaman. Akan tetapi, tren peningkatan deforestasi dan kerusakan gambut masih tinggi sejak 2009," ujar dia.
Menurut dia, INDC harus mencantumkan unsur spesifik, terukur, dan berbasis waktu. Selain itu, draf dokumen yang akan diserahkan ke UNFCCC pada tanggal 20 September 2015 harus bisa diterjemahkan aksinya secara nyata dan dapat diverifikasi.
Tidak hanya itu, lanjut dia, pemerintah seharusnya secara tegas juga bisa mendesak sektor swasta untuk menjalankan prinsip nol deforestasi dan perlindungan terhadap hutan dan gambut. Hal tersebut tidak hanya untuk industri kelapa sawit, tetapi juga untuk tambang.
Pewarta: Virna P. Setyorini
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015