"Sertifikasi hak atas tanah di wilayah perbatasan harus segera dilaksanakan untuk menjaga wilayah Indonesia," katanya di Manado, Sabtu.
Ia menyampaikan hal itu saat menjadi pembicara pada Seminar Nasional bertemakan "Kebijakan Agraria Untuk Mewujudkan Keadilan Ruang Hidup" di hadapan mahasiswa Universitas Sam Ratulangi.
Ferry menyatakan pemerintah perlu mempercepatan proses legalisasi aset hak atas tanah di perbatasan karena berpotensi lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Proses legalisasi lahan tanah yang dilakukan menurut Ferry yakni lahan milik pribadi, kelompok atau adat (komunal) dan aset pemerintah di wilayah perbatasan.
Ferry menyatakan legalitas kepemilikan lahan tanah di wilayah perbatasan akan menjadi batas teritori antara Indonesia dengan negara tetangga.
Mantan anggota Komisi II DPR RI itu, menegaskan ketika masyarakat atau pemerintah kehilangan lahan aset maka negara lain akan mempertahankan asetnya.
"Namun yang lebih penting keberadaan mereka itu memberikan perlindungan atas wilayah negara," ujar Ferry.
Pengakuan terhadap aset lahan di wilayah yang berdekatan dengan negara lain cukup penting karena berpotensi terjadi pergeseran batas.
Ferry mengungkapkan pengakuan pemerintah terhadap kepastian kepemilikan lahan masyarakat akan meningkatkan rasa nasionalisme yang tinggi.
Sejauh ini, Ferry melihat sebagian besar masyarakat hanya menempati dan menetap di wilayah perbatasan namun tidak memiliki kepastian hak atas tanah secara yuridis.
Pemerintah Indonesia melalui BPN telah mensertifikasi 92 pulau terluar sebagai batas wilayah NKRI.
Ferry tidak menginginkan peristiwa dua pulau yakni Sipadan dan Ligitan yang lepas dari Indonesia terulang kembali.
Meskipun secara sejarah mencatat kedua pulau itu milik Indonesia namun tidak diperkuat dokumen sehingga lepas dari NKRI.
Pewarta: Taufik Ridwan
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2015