"Akibat kabut asap ini jarak pandang menjadi pendek sehingga kami kesulitan menentukan letak karang yang menjadi lokasi pancing, akibatnya tangkapan kami berkurang," kata seorang nelayan Ferri (30) di Padang, Rabu.
Menurutnya lokasi yang berkarang menjadi andalan nelayan di daerah itu untuk memancing karena di sana terdapat ikan-ikan yang bernilai rupiah tinggi.
Untuk menentukan letak karang biasanya nelayan membuat patokan sejajar antara satu pulau denga pulau yang lain namun karena kabut asap nelayan kesulitan melihat patokan itu.
Tidak hanya itu, mereka juga takut berlayar terlalu ke tengah laut karena sulit memastikan lokasi dimana mereka akan menepi.
"Kalau kami paksakan, kami bisa menepi di pantai lain bukan di Pantai Carolina," katanya.
Dengan tidak adanya kepastian patokan memancing, nelayan merasa merugi biasanya per hari mereka berpenghasilan Rp200 ribu sampai Rp250 ribu. Karena tidak ada kepastian lokasi pancing mereka hanya dapat uang Rp50 ribu bahkan kurang dari itu.
Sementara nelayan lain Jamilus (34) mengatakan hal yang sama. Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari saat ini nelayan di Pantai Carolina berharap banyak wisatawan yang datang ke Pantai itu.
"Cuaca seperti ini kami berharap banyak pengunjung yang datang ke Pantai Carolina dan meminta jasa kami untuk ke pulau ataupun hanya melihat pemandangan," kata dia.
Ia berharap pemerintah secepatnya bisa mengantisipasi kabut asap agar mereka kembali melaut seperti biasa.
Sementara Penjabat Gubernur Sumbar Reydonnyzar Moenek mengatakan pihaknya terus melakukan pemantauan terhadap dampak kabut asap yang menyelimuti daerah itu sejak seminggu terakhir.
Kepekatan kabut asap di Sumbar terus berfluktuasi, kadang tingkat pertikel dalam udara tinggi, kadang rendah.
"Oleh sebab itu, Badan Penanggulangan Bencana Daerah belum menetapkan status siaga kabut asap. Meski demikian, pemantauan terus dilakukan," tukasnya.
Ia mengimbau masyarakat tidak banyak melakukan kegiatan di luar rumah, dan memakai masker jika harus ke luar.
Pewarta: MR Denya
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015