Jangan sampai paket kebijakan itu seperti cerminan kepanikan akibat melemahnya nilai tukar rupiah atau malah karena adanya penumpang gelap mafia impor yang menyusup sehingga mereka leluasa memasukkan barang dari luar ke Indonesia,"

Jakarta (ANTARA News) - Koordinator Pusat Tampung Aspirasi Masyarakat Indonesia (Pustari) Arum Sabil mendukung dikeluarkannya paket kebijakan ekonomi, namun mengingatkan agar paket kebijakan itu jangan terkesan sebagai "kebijakan panik" terkait melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

"Jangan sampai paket kebijakan itu seperti cerminan kepanikan akibat melemahnya nilai tukar rupiah atau malah karena adanya penumpang gelap mafia impor yang menyusup sehingga mereka leluasa memasukkan barang dari luar ke Indonesia," kata Arum Sabil di Jakarta, Rabu.

Koordinator Pustari yang juga Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) itu mengemukakan keterangan tersebut kepada wartawan sehubungan keluarnya paket kebijakan ekonomi pada 9 September 2015.

Paket kebijakan itu bertujuan menjaga daya beli masyarakat serta sebagai deregulasi kebijakan guna mendorong kegiatan ekonomi, selain dimaksudkan untuk meningkatkan masuknya valuta asing ke dalam negeri.

Arum lebih lanjut mengharapkan pemerintah agar berhati-hati dalam merancang dan menerapkan paket kebijakan ekonomi dan deregulasi kebijakan. Meski bertujuan baik, jika tidak berhati-hati bisa saja kebijakan itu malah berindikasi meruntuhkan potensi ekonomi dalam negeri.

Ia juga mengingatkan besarnya potensi ekonomi Indonesia. Sekitar 60 persen penduduk Indonesia hidup dari sektor pertanian, peternakan, perkebunan, dan perikanan, sementara sekitar 20 persen lainnya bergerak di sektor ekonomi kreatif.

Dengan demikian, ada sekitar 80 persen potensi yang sangat besar dari penduduk Indonesia bergerak di sektor riil yang sejatinya tidak ada ketergantungan terhadap impor.

Pemerintah, menurut Ketua Umum APTRI itu harus bisa memahami bahwa sektor riil di bidang pertanian, peternakan, perkebunan, perikanan hingga industri ekonomi kreatif merupakan motor penggerak perekonomian masyarakat pedesaan.

"Justru di saat nilai tukar rupiah melemah, Pemerintah harus memberikan stimulus agar kegiatan sektor riil punya kemampuan ekspor. Nilai tukar rupiah yang melemah di sisi lain justru merupakan berkah bagi sebagian pelaku usaha sektor riil yang punya kemampuan dan nilai ekspor," katanya.

Tokoh petani asal Jember Jawa Timur itu juga mengemukakan, jika negeri ini dikelola dengan baik dan penuh optimisme serta bertumpu pada kekuatan dalam negeri, sebenarnya Indonesia bisa mandiri di bidang pangan dan energi.

Selain mempunyai cadangan batu bara dan sumber minyak mentah yang cukup untuk masa depan energi di dalam negeri, Indonesia juga mempunyai energi baru dan terbarukan dari kebun sawit yang menghasilkan minyak sawit mentah (CPO).

"Indonesia juga punya energi alternatif lainnya yang ramah lingkungan berupa molases untuk bio etanol. Kesemuanya adalah sumber energi yang bisa menjadi tumpuan ekspor kita," ujarnya.

Adapun di bidang pangan, pengurus Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Pusat itu menilai besarnya potensi palawija yang meliputi padi, jagung, kedelai, dan gula.

Jika pertanian dan peternakan (untuk produksi daging) diintegrasikan, produksi palawija dan daging bisa terus ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, demikian Arum Sabil.

Pewarta: Aat Surya Safaat
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015