Kita termasuk yang akan mengadaptasi lebih awal dan menjadi `early adopter`,"
Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, Indonesia bersama mayoritas negara-negara G-20, sepakat mengadaptasi ketentuan keterbukaan informasi perbankan untuk keperluan pajak pada 2017, atau lebih cepat dari rencana sebelumnya di 2018.
"Kita termasuk yang akan mengadaptasi lebih awal dan menjadi early adopter," kata Bambang di Gedung DPR di Jakarta, Rabu.
Keterbukaan dan pertukaran informasi tersebut menjadi kesepakatan negara-negara G20 dan Organisasi Kerja Sama Pengembangan Ekonomi (Organisation for Economic Co-operation and Development/OECD) yang direncanakan dapat diadaptasi negara-negara anggota pada 2018.
Keputusan untuk mengimplementasikan keterbukaan informasi secara lebih awal juga diakui Bambang menjadi pembahasan dalam pertemuan Menteri Keuangan G-20 di Ankara, Turki, 3-6 September 2015 lalu.
Bambang mengatakan, dengan keputuasan tersebut, pemerintah akan mengusulkan sejumlah penyesuaian terhadap Undang-Undang Perbankan N0. 10 Tahun 1998 Tentang perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992. Seperti diketahui, DPR telah membentuk Panitia Kerja untuk revisi UU Perbankan. Revisi UU Perbankan itu ditargetkan dapat tuntas 2015 ini.
"Akan ada penyesuaian," kata Menkeu, namun enggan merinci penyesuaian itu.
Pada Maret 2015 lalu, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan pernah menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Nomor PER-01/PJ/2015 tentang Penyerahan Bukti Potong Pajak atas Bunga Deposito. Namun, setelah terbit, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro memutuskan untuk mencabut peraturan itu. Bambang saat itu beralasan, dasar hukum Peraturan itu belum memadai.
Terbitnya peraturan tersebut juga diwarnai protes dari pelaku industri perbankan, karena terdapat kekhawatiran keluarnya dana nasabah ke luar negeri, setelah keterbukaan informasi diterapkan.
Di sisi lain, kesepakatan pertukaran informasi untuk keperluan pajak berdasarkan standar OECD juga disepakati oleh 51 negara pada November 2014 lalu.
Di Indonesia, keterbukaan informasi untuk keperluan pajak, dinilai berbagai kalangan cukup penting, untuk menggali potensi penerimaan pajak yang selama ini selalu meleset dari target. Rasio penerimaan pajak terhadap Produk Domestik Bruto juga terbilang rendah, di level 12 persen.
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015