Pemerintah didorong untuk memberikan berbagai dukungan, seperti dukungan politis, fasilitas infrastruktur dan fiskal."
Medan (ANTARA News) - Centre for Strategic and International Studies (CSIS) mengungkapkan pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di dalam negeri masih menghadapi banyak tantangan.
"Padahal alasan umum dari berkembangnya KEK di seluruh dunia mencakup pengembangan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi yang berdaya saing," ujar Peneliti CSIS Jose Rizal Damuri di Medan, Selasa.
Berbicara dalam Seminar Publik CSIS-Universitas Sumatera Utara (USU) tentang KEK & Strategi di Indonesia, Jose Rizal mengatakan setidaknya ada delapan tantangan yang harus dihadapi, mulai dari struktur kelembagaan.
"Terutama soal administrator terkait lambatnya proses pelimpahan kewenangan perizinan yang begitu banyak serta peningkatan kapasitas administrator dalam menangani berbagai jenis perizinan," kata dia.
Kemudian soal Badan Usaha Pengelola (BUP). Ia menilai pentingnya membentuk BUP permanen sedini mungkin yang mempraktikkan tata kelola yang baik serta memiliki keahlian dalam membangun dan mengelola kawasan.
Masalah lainnya, koordinasi antarlembaga pemerintahan khususnya terkait sejumlah regulasi yang kurang bersahabat bagi iklim usaha dari pemerintah daerah.
Kemudian lemahnya koordinasi antarinstitusi dalam proses pembangunan infrastruktur kawasan dan koordinasi lembaga pemerintah di tingkat pusat yang masih kurang dalam penyusunan skema insentif.
Sistem insentif dan peraturan yang hingga kini belum terdapat kejelasan mengenai detail dan besaran dari insentif fiskal yang akan diberikan bagi pengusaha dalam KEK, termasuk kejelasan pemberlakuan insentif nonfiskal juga menjadi halangan.
Kendala lain adalah pembangunan infrastruktur yang terbatas akibat terbatasnya sumber daya pemerintah dan juga koordinasi yang lemah antarinstitusi.
Isu penting lainnya adalah menyangkut lahan. KEK harus didorong memberikan HGU untuk jangka waktu yang lebih panjang dibanding HGU yang berlaku di luar KEK, yaitu 30 tahun dan bisa diperpanjang untuk 20 tahun.
"Melihat banyaknya tantangan, maka perlu kerja keras dari semua pemangku kepentingan mengingat KEK itu harus didukung untuk pengembangan ekonomi," kata Jose Rizal yang juga Kepala Departemen Ekonomi CSIS itu.
Pengamat ekonomi Sumut dari USU Wahyu Ario Pratomo mengakui masih banyak kendala pengembangan KEK, termasuk pada Sei Mangkei di Sumut.
Dosen Fakultas Ekonomi USU itu mengusulkan perlunya beberapa langk emerintah pusat melalui Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus perlu melakukan perubahan paradigma terhadap pendekatan pengembangan KEK.
Jika posisi semula Dewan Nasional mendorong swasta untuk lebih aktif masuk ke daerah, maka kini mendorong pemerintah untuk lebih aktif mengembangkan KEK, khususnya ke daerah yang selama ini belum optimal dikembangkan.
"Pemerintah didorong untuk memberikan berbagai dukungan, seperti dukungan politis, fasilitas infrastruktur dan fiskal," katanya.
Bahkan, pembangunan KEK harus dilakukan di daerah-daerah yang belum diminati investor.
Wahyu juga mengusulkan agar pemerintah meningkatkan kelembagaan KEK dari Dewan Nasional KEK menjadi Badan Nasional KEK agar memiliki ruang gerak dan kebijakan yang lebih optimal dalam mendorong percepatan pelaksanaan KEK di seluruh Indonesia.
"Dengan posisi Dewan Nasional KEK yang saat ini ada di bawah Kedeputian Menko Perekonomian, maka sangat sulit untuk mendorong percepatan kawasan itu terwujud," katanya.
Pewarta: Evalisa Siregar
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015