Yogyakarta (ANTARA News) - Masyarakat diharapkan mengkonsumsi produk dalam negeri, karena konsumsi produk lokal dapat mendukung pertumbuhan ekonomi di Indonesia, kata ekonom Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Hafid Khoir Maulana.
"Masyarakat Indonesia itu memiliki sifat konsumtif. Namun, apa yang dikonsumsi lebih banyak merupakan produk impor yang dapat melemahkan produk lokal," katanya pada diskusi publik Pelemahan Nilai Tukar Rupiah dan Ancaman Krisis Ekonomi, di Yogyakarta, Selasa.
Menurut dia, produsen Indonesia seharusnya lebih dapat mengembangkan kualitas produk dalam negeri, sehingga tidak kalah bersaing dengan produk asing, sedangkan konsumen Indonesia seharusnya juga dapat membantu dengan mengkonsumsi produk dalam negeri.
"Masyarakat Indonesia memang sudah memberdayakan ekspor. Namun, kebanyakan yang diekspor adalah barang mentah, sedangkan yang diimpor adalah barang jadi," katanya.
Ia mengatakan harga ekspor barang mentah tentu lebih murah dibandingkan dengan harga barang jadi yang diekspor.
"Hal itu yang kemudian menjadikan ekspor Indonesia tidak terlalu memberikan dampak positif pada perkembangan ekonomi Indonesia," katanya.
Dosen Fakultas Ekonomi UMY Lilies Setyartiti mengatakan pergerakan rupiah dari awal 2015 hingga sampai saat ini masih mengalami depresiasi. Hal itu dapat berimbas pada beberapa pihak yang gemar menjadikan dolar sebagai mata uang saat bertransaksi.
"Namun, pada hakikatnya bertransaksi dengan menggunakan dolar dapat berimbas pada pemerosotan nilai tukar rupiah yang lebih mendalam. Oleh karena itu, masyarakat sebaiknya selalu bertransaksi dengan rupiah untuk kembali menguatkan nilai tukar rupiah," katanya.
Menurut dia, merosotnya nilai tukar rupiah juga akan berimbas pada pemilik usaha yang mengandalkan sistem impor.
"Pihak yang akan sangat merugi adalah pengimpor bahan mentah yang kemudian dijadikan barang riil dan dipasarkan di dalam negeri. Contohnya pengusaha tempe yang mengimpor kedelai," katanya.
Pewarta: Bambang Sutopo Hadi
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015