Pada awalnya saya merasa hal itu asli dalam rangka mengorekai pimpinan DPR RI yang diduga melakukan tindakan tidak patut namun makin lama terasa nuansa politiknya,"

Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi I DPR RI Tantowi Yahya menilai wacana kocok ulang Alat Kelengkapan Dewan DPR RI bernuansa politis terkait dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Pimpinan DPR RI.

"Pada awalnya saya merasa hal itu asli dalam rangka mengorekai pimpinan DPR RI yang diduga melakukan tindakan tidak patut, namun makin lama terasa nuansa politiknya," katanya di Gedung Nusantara II, Jakarta, Selasa.

Hal itu menurut dia, terutama setelah terbuka identitas dari orang yang mengangkat informasi di media sosial itu yaitu tim sukses dari calon presiden tertentu pada Pemilu Presiden 2014.

Dia menilai dalam konteks itu, menjadi relevan mengapa isu itu digulirkan dan disambut meriah di media.

"Masyarkat Indonesia sudah sangat cerdas apakah isu yang terus bergulir itu untuk mengoreksi tindakan dari pimpinan atau ada niat-niat tertentu atau ada kelompok yang sengaja mencari keuntungan politik," ujarnya.

Ketua DPP Partai Golkar hasil Munas Bali itu mempersilahkan apabila ada anggota DPR yang melaporkan dugaan pelanggaran kode etik itu ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI.

Menurut dia, MKD akan menentukan berdasarkan Tata Tertib DPR apakah para pimpinan DPR itu melanggar atau tidak.

"Hakim-hakim MKD akan menentukan berdasarkan Tatib DPR RI, apakah benar yang dilakukan Pimpinan DPR melanggar Tatib atau tidak sebagaimana yang sudah kita ketahui dan sepakati bersama," katanya.

Dia menilai usulan revisi UU nomor 17 tahun 2014 tentang MD3 tidak produktif karena Indonesia akan mengalami kegaduhan politik khususnya di DPR RI dan mengganggu kinerja legislasi.

Dia mengatakan kinerja DPR RI di tahun 2015 tinggal beberapa bulan lagi dan capaian Proyeksi Legislasi Nasional masih jauh dari target.

"Target Prolegnas belum selesai namun mendahulukan merevisi UU MD3, kegaduhan politik sudah bisa dikalkulasi sehingga sangat tidak produktif," katanya.

Sebelumnya, Wakil Sekretaris Jenderal PKB, Daniel Johan mengusulkan adanya kocok ulang pimpinan DPR RI melalui mekanisme revisi Undang-Undang nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.

"Perlu (kocok ulang pimpinan DPR) namun dengan mengubah UU MD3," katanya di Jakarta, Selasa.

Dia menjelaskan kocok ulang itu bukan terkait dengan dugaan pelanggaran kode etik dua pimpinan DPR RI yaitu Setya Novanto dan Fadli Zon namun karena mengikuti sistem proporsional hasil pemilu.

Menurut dia, sistem proporsional bagi skema pimpinan DPR RI penting dilakukan untuk menjaga stabilitas pemerintahan ke depan.

anggota Fraksi Partai Nasdem di DPR RI, Taufiqulhadi menilai perombakan komposisi pimpinan DPR itu bisa dilakukan dengan dua cara.

Pertama menurut dia, adalah dengan merevisi UU MD3, dengan mengembalikan hak partai pemenang pemilu untuk menempati posisi Ketua DPR.

"Cara kedua adalah dengan membentuk paket pimpinan DPR sesuai dengan UU MD3 yang sekarang berlaku," katanya.

Namun, menurut dia, langkah yang harus dilakukan itu tanpa mengganggu kerja legislasi adalah dengan merombaknya tanpa merubah UU MD3.

Hal itu ujar dia, dilakukan demi menghindari kegaduhan politik di parlemen di tengah minimnya prestasi DPR dalam menghasilkan undang-undang.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015