"Jenazah akan dishalati di Pesantren Al-Hikam, Malang, dan dimakamkan di kediamannya di Jalan Kalimantan, Jember," kata adik kandung almarhum, KH Hasyim Muzadi, melalui pesan singkat kepada Antara.
Tabloid Suara Santri terbitan PP RMI NU mencatat deklarator Partai Kebangkitan Bangsa kelahiran Tuban tahun 1925 itu dikenal sebagai ulama yang sering diminta menjelaskan konsep khitah atau garis perjuangan pada awal kelahiran NU setelah keputusan mengenai Khitah NU dalam Muktamar 1984 di Pesantren Salafiyah Syafi'iyyah Sukorejo, Asembagus, Situbondo.
Sejak kecil, Abdul Muchit Muzadi aktif di dunia pergerakan hingga kemerdekaan.
Sejak kecil, Abdul Muchit Muzadi aktif di dunia pergerakan hingga kemerdekaan.
Setelah belajar di Pesantren Tuban, ia melanjutkan belajar kepada Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy'ari di Pesantren Tebuireng Jombang.
Tahun 1941, saat usianya 16 tahun, ia telah menjadi anggota NU Ranting Tebuireng, yang menjadi tempat dia belajar berorganisasi.
Tahun 1941, saat usianya 16 tahun, ia telah menjadi anggota NU Ranting Tebuireng, yang menjadi tempat dia belajar berorganisasi.
Di sana, ia bertemu beberapa santri terkenal dari daerah lain, diantaranya KH Ahmad Shidiq.
Setamat dari Tebuireng ia kembali ke kampung halamannya di Tuban dan mendirikan Madrasah Salafiyah (1946). Selain menjadi guru, ia ikut berjuang melawan penjajah dengan menjadi anggota Lasykar.
Tahun 1952, Kiai Muchit mendirikan Sekolah Menengah Islam (SMI), dan tahun 1954 membangun Madrasah Muallimin Nahdlatul Ulama.
Setamat dari Tebuireng ia kembali ke kampung halamannya di Tuban dan mendirikan Madrasah Salafiyah (1946). Selain menjadi guru, ia ikut berjuang melawan penjajah dengan menjadi anggota Lasykar.
Tahun 1952, Kiai Muchit mendirikan Sekolah Menengah Islam (SMI), dan tahun 1954 membangun Madrasah Muallimin Nahdlatul Ulama.
Saat menjadi pegawai di IAIN Sunan Kalijogo Yogyakarta (1961), ia mengikuti kuliah di Universitas Cokroaminoto.
Ia ditugaskan di IAIN Malang tahun 1963 dan tahun saat itu ia merintis pembangunan Sekolah Menengah Pertama NU.
Ia ditugaskan di IAIN Malang tahun 1963 dan tahun saat itu ia merintis pembangunan Sekolah Menengah Pertama NU.
Ketika menjadi Pembantu Dekan II di IAIN Sunan Ampel Jember, ia mendirikan Madrasah Tsanawiyah.
Penugasan ke IAIN Sunan Ampel Jember membuatnya bertemu lagi dengan sahabat seperguruannya yang menjadi pengasuh pesantren di Jember, KH. Achmad Shidiq, yang menjadi teman diskusi.
Ketika KH Achmad Shidiq menjadi Rais Aam Syuriyah Pengurus Besar NU, ia membuat rumusan konseptual mnengenai Aswaja, menuntaskan hubungan Islam dengan negara, dan mencari rumusan pembaruan pemikiran Islam, serta strategi pengembangan masyarakat NU.
Penugasan ke IAIN Sunan Ampel Jember membuatnya bertemu lagi dengan sahabat seperguruannya yang menjadi pengasuh pesantren di Jember, KH. Achmad Shidiq, yang menjadi teman diskusi.
Ketika KH Achmad Shidiq menjadi Rais Aam Syuriyah Pengurus Besar NU, ia membuat rumusan konseptual mnengenai Aswaja, menuntaskan hubungan Islam dengan negara, dan mencari rumusan pembaruan pemikiran Islam, serta strategi pengembangan masyarakat NU.
Pewarta: Edy M Ya`kub
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2015