"Indonesia masih jauh dari krisis, melemahnya nilai tukar rupiah tidak serta merta krisis, ada banyak faktor (yang terjadi) jika krisis ekonomi, tidak fair jika hanya menilai dari nilai tukar rupiah saja," kata Kepala Grup Riset Ekonomi Direktorat Kebijakan Ekonomi Bank Indonesia, Yoga Affandi di Bengkulu, Jumat.
Yoga mengemukakan Indonesia jauh lebih baik nilai tukar mata uangnya, jika dibandingkan, negara Brasil, Meksiko, Afrika Selatan, Turki bahkan Malaysia.
BI meminta masyarakat menggunakan mata rupiah dalam bertransaksi sehingga dapat mendukung penguatan kurs rupiah.
"Ini fenomena global, bukan Indonesia saja yang merasakannya, tetapi negara lain juga, kita menyebut fenomena ini dengan super dolar, salah satu cara agar rupiah tidak terus tertekan yakni tidak tergantung kepada dolar," kata Yoga.
Tidak hanya transaksi domestik saja, tetapi juga untuk transaksi antarnegara, BI mengajak seluruh kalangan agar menggunakan rupiah, atau langsung menggunakan mata uang negara tujuan ekspor impor.
"Biasanya kalangan ekspor impor yakni pengusaha masih tetap menggunakan dolar walaupun transaksi itu berlangsung bukan dengan Amerika Serikat misalnya ke negara Tiongkok, ketergantungan dolar seperti ini menyumbang pelemahan nilai tukar rupiah," kata dia.
BI memiliki fasilitas transaksi ekspor impor tanpa harus menggunakan dolar, jadi langsung transaksi menggunakan mata uang rupiah atau mata uang negara tujuan transaksi.
"Namanya bilateral currency swap agreement atau (BCSA), namun pengusaha belum menggunakan ini karena menilai dolar lebih likuid," kata dia.
Pewarta: Boyke LW
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015