bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh ASING dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran MEREKA?"

Manado (ANTARA News) - Pengamat Ekonomi Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado, Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) Agus Tony Poputra mengatakan bahwa keputusan pemerintah untuk melarang ekspor tambang minerba diharapkan memberikan dampak yang positif.

"Larangan ekspor tambang minerba sudah on the track walaupun ada dua perusahaan tambang besar masih meminta keistimewaan untuk mengekspor tambang yang belum dimurnikan," kata Agus di Manado, Jumat.

Kebijakan pemerintah tersebut telah memberikan dampak positif bagi hilirisasi di sektor pertambangan. Beberapa smelter telah dibangun di daerah.

"Hal ini diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja yang signifikan untuk menampung pertumbuhan angkatan kerja Indonesia yang semakin bertambah dari tahun ke tahun," jelasnya.

Di tengah kondisi yang kondusif untuk memperkuat industri domestik berhembus "angin panas" dari Kementerian ESDM. Kementerian ini berencana untuk merelaksasi ekspor tambang minerba.

Dengan kata lain, katanya, akan mengizinkan ekspor bahan mentah tambang minerba dengan menggunakan pelemahan rupiah serta pertumbuhan ekonomi yang melambat sebagai pembenaran rencana tersebut.

Rencana ini pada dasarnya adalah mengulangi kebodohan yang terjadi di waktu lalu. Bahan mentah tambang Indonesia yang mengandung banyak jenis kandungan di dalamnya mengalir keluar negeri dimana yang dibayar hanya satu jenis saja. Istilahnya "bayar satu dapat banyak." Pertanyaannya, apakah ada "sesuatu" di balik rencana tersebut?

"Bila argumen relaksasi ekspor tersebut adalah untuk memperkuat rupiah, hal tersebut tidak serta merta terjadi," jelasnya.

Pengalaman berbagai negara memperlihatkan uang hasil ekspor tambang lebih banyak ditahan di luar negeri ketimbang balik ke negara dimana bahan tambang dieksploitasi.

Khusus untuk Indonesia, saat ekspor tambang mentah masih diizinkan di waktu lalu, cadangan devisa Bank Indonesia tidak pernah bergerak jauh dari kisaran 100 miliar dolar AS, bahkan berlangsung hingga saat ini. Kondisi tersebut mengindikasikan hanya sedikit devisa ekspor tambang yang balik.

Apabila rencana relaksasi ekspor minerba ini disetujui, maka akan menjadi preseden buruk bagi Indonesia ke depan. Saat Indonesia akan memperketat lagi, maka ekonomi Indonesia akan kembali digoncangkan agar pengusaha tambang terus diberikan izin mengekspor bahan mentah.

Bila ini terus terjadi, sampai kapan hilirisasi pertambangan akan berhasil mengangkat ekonomi dan kemakmuran bangsa. Apakah program hilirisasi harus menunggu hingga deposit tambang minerba musnah dari kandungan Ibu Pertiwi?

Apakah pasal 33 ayat 3 UUD 1945 harus diubah menjadi "bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh ASING dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran MEREKA?" Ini merupakan "pekerjaan rumah" besar yang perlu dijawab seluruh komponen bangsa ini agar NKRI bisa bertahan berpuluh-puluh tahun, beratus-ratus tahun, bahkan beribu-ribu tahun.

Pewarta: Nancy Lynda Tigauw
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015