Jakarta (ANTARA News) - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution memastikan Jepang dan Tiongkok harus membuat proposal baru apabila masih ingin terlibat dalam pembangunan kereta antara Jakarta-Bandung.
"Dua-duanya dipersilahkan untuk membuat proposal baru dengan kerangka acuan yang kami buat dan kami rumuskan untuk kita sendiri serta menurut kita sendiri," kata Darmin terkait kelanjutan proyek kereta cepat di Jakarta, Kamis malam.
Darmin mengatakan keputusan tersebut diambil berdasarkan pertimbangan Presiden bahwa kereta cepat untuk jurusan Jakarta-Bandung kurang layak (feasible), karena lebih memadai kereta berkecepatan menengah untuk jarak yang sama.
"Keputusan Presiden adalah jangan kereta cepat, cukup kereta berkecepatan menengah atau sekitar 200-250 km per jam. Meskipun berbeda sampainya, tapi paling lambat hanya 10-11 menit. Biayanya pun berkurang jauh, bisa 30-40 persen lebih murah," ujarnya.
Selain itu, proposal baru harus diajukan karena tawaran Jepang-Tiongkok yang lama tidak menyangkut standar pemeliharaan maupun standar pelayanan serta kebutuhan kereta yang cocok bagi kondisi sosioekonomi di Indonesia.
"Kalau hanya pengembangan kereta saja, dengan kecepatan menengah, belum tentu bisa membiayai dirinya sendiri kedepan. Harus dikaitkan dengan pengembangan wilayah, di stasiun mana harus dibangun properti besar-besaran, itu harus masuk dalam kerangka acuan," sebut Darmin.
Namun, ia memastikan apabila proyek pembangunan kereta masih berlanjut, maka kerja samanya berlangsung melalui "business to business" (B to B) dan skema pembiayaannya tidak menggunakan APBN langsung maupun tidak langsung.
"Semua ini akan dirancang dalam skema B to B, bagaimana rancangannya, Kementerian BUMN nanti yang akan mengambil peran utama," jelas Darmin.
Terkait skema pemilihan investor diantara kedua negara tersebut, Darmin mengatakan akan dilakukan melalui lelang unggulan dengan tidak meniadakan salah satu peserta serta melibatkan tim negosiasi khusus.
"Dua-duanya akan dievaluasi siapa yang bidder unggulan, tapi yang satu tidak langsung mundur. Nanti tim akan berunding dengan bidder unggulan, sehingga bisa dicapai harga paling efisien dan kualitas terbaik. Kalau gagal mencapai kesepakatan, bisa pindah ke satunya lagi," ujarnya.
Sebelumnya, pemerintah menerima proposal proyek kereta cepat Indonesia yang diwacanakan sekelas "Shinkansen" dengan kecepatan 300 kilometer per jam dari Jepang dan Tiongkok untuk melayani rute Jakarta-Bandung.
Jepang sudah terlebih dahulu melakukan studi kelayakan tahap pertama dan menyerahkan proposal kepada pemerintah. Menurut data Bappenas, dari proposal Jepang diketahui biaya pembangunan rel dan kereta cepat sebesar 6,2 miliar dolar AS.
Sedangkan, Tiongkok melakukan studi kelayakan, setelah Jepang. Dari proposal Tiongkok, kebutuhan investasi untuk pembangunan rel dan kereta cepat sebesar 5,5 miliar dolar AS.
Pewarta: Satyagraha
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015