Jakarta (ANTARA News) - Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Christine Lagarde menekankan pentingnya pendekatan kebijakan ekonomi inklusif untuk memastikan pembangunan dapat dinikmati seluruh lapisan masyarakat.
Menurut Lagarde, tidak ada yang bisa mempertahankan laju pertumbuhan secara berkelanjutan jika hanya dinikmati oleh segelintir orang saja.
"Intinya, negara mana pun termasuk Indonesia, memerlukan kebijakan yang bersifat inklusif untuk menjamin setiap orang menikmati hasil dari pertumbuhan itu, tidak hanya oleh segelintir orang," ujar Lagarde Lagarde saat memberikan kuliah umum di Gedung MM UI, Jakarta, Selasa.
Lagarde menilai, Indonesi jangan terjebak dalam pandangan yang hanya melihat angkatan muda sebagai potensi pasar domestik yang besar saja, tapi perlu melihat mereka sebagai sumber daya ekonomi yang mempunyai potensi memanfaatkan setiap peluang yang ada di pasar global.
Indonesia harus mendorong generasi muda ini untuk tampil memperluas sumber pertumbuhan dan diversifikasi sektor andalan dari sektor komoditas berbasis sumber daya alam ke produk bernilai tambah tinggi.
Lagarde mengakui Indonesia menghadapi tantangan yang tidak ringan dalam hal sumber daya manusia. Pertama, satu dari lima pemuda Indonesia saat ini tidak memiliki pendidikan atau pelatihan yang memadai. Kedua, tingkat partisipasi angkatan kerja wanita di Indonesia masih rendah. Dengan jumlah 50 persen dari total penduduk Indonesia, angka partisipasi angkatan kerja wanita hanya dua pertiga dari pria dan hampir 40 persen wanita usia muda (15-24 tahun) berpendidikan rendah atau tidak bekerja.
"Jika Indonesia bisa meningkatkan partisipasi angkatan kerja wanita yang saat ini hanya 50 persen menjadi 64 persen pada 2030 mendatang, akan ada tambahan 20 juta pekerja terampil bagi Indonesia. Ini adalah salah satu sumber perubahan untuk pertumbuhan yang luar biasa bagi perekonomian Indonesia," kata Lagarde.
Ia menuturkan, ada beberapa alasan mengapa tingkat pengangguran masih tinggi, antara lain kebijakan tenaga kerja yang kurang mendukung di banding negara lain. Hal ini di samping mempengaruhi daya saing Indonesia juga mengurangi kesempatan bagi 60 persen dari pekerja yang sekarang di sektor informal dengan tingkat keterampilan dan pendapatan yang rendah.
"Indonesia memerlukan kebijakan yang memudahkan mobilitas tenaga kerja, dan mendorong pemuda untuk kreatif dalam melakukan kegiatan yang menghasilkan nilai tambah tinggi. Ini juga berarti investasi yang lebih tinggi pada peningkatan keterampilan pemuda Indonesia dan mengembangkan keterampilan kewirausahaan mereka," ujar Lagarde.
Selain itu, potensi dari teknologi dan inovasi juga diperlukan untuk meningkatkan kegiatan yang bernilai tambah tinggi bagi kaum muda dan menjadi bagian dari sumber pertumbuhan yang baru, lebih inklusif dan berpotensi mempunyai nilai tambah yang tinggi. Lagarde mencontohkan Go-Jek, yang menunjukkan bagaimana generasi muda Indonesia berhasil mempunyai ide kreatif dan menciptakan platform untuk para ojek dipertemukan dengan pelanggan.
Potensi kewirausahaan itu juga memerlukan kebijakan yang bersifat inklusif di sektor keuangan atau finansial. Mempermudah akses terhadap jasa keuangan atau perbankan untuk pemberdayaan individu menjadi penting.
"Program mikro kredit yang dikembangkan Bank Rakyat Indonesia yang berhasil memperluas cakupan pelayanan daerah terpencil adalah satu contoh keberhasilan," kata Lagarde.
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015