"Data inflasi yang cukup stabil belum mampu menopang rupiah untuk kembali bergerak menguat, pelaku pasar masih menanti data ekonomi domestik lainnya seperti data neraca perdagangan Indonesia yang sedianya akan dirilis pada pertengahan bulan ini," kata Analis PT Platon Niaga Berjangka Lukman Leong di Jakarta, Selasa.
Ia mengharapkan data neraca perdagangan Indonesia periode Agustus mencatatkan hasil yang lebih baik dibandingkan sebelumnya sehingga dapat menahan pelemahan rupiah lebih dalam.
BPS mencatat tingkat inflasi pada Agustus 2015 sebesar 0,39 persen, merupakan tingkat inflasi terendah pada bulan yang sama dalam enam tahun terakhir. Dengan inflasi pada Agustus tercatat 0,39 persen, maka inflasi tahun kalender Januari-Agustus 2015 telah mencapai 2,29 persen dan inflasi secara tahunan (year on year) 7,18 persen.
Lukman Leong menambahkan bahwa masih adanya spekulasi kenaikan suku bunga the Fed pada September ini menambah sentimen bagi dolar AS untuk kembali melanjutkan penguatannya terhadap mata uang di negara berkembang, termasuk rupiah.
"Sebagian pelaku pasar uang masih yakin the Fed akan menaikan suku bunga pada September ini," katanya
Ia mengemukakan bahwa Wakil Ketua Fed Stanley Fischer dalam simposium tahunan menyatakan inflasi Amerika Serikat cenderung meningkat, kondisi itu mendukung kenaikan suku bunga the Fed secara gradual.
Selain itu, lanjut dia, pelaku pasar uang juga masih dibayangi oleh perlambatan ekonomi Tiongkok, situasi itu bisa berdampak negatif terhadap perekonomian di negara kawasan Asia.
"Kekhawatiran atas kesehatan ekonomi Tiongkok memicu pasar keuangan negara berkembang dunia tertekan. Tiongkok akan menjadi fokus pada pekan ini, bersamaan dengan pernyataan The Fed mengenai suku bunganya," katanya.
Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Selasa (1/9) mencatat nilai tukar rupiah bergerak melemah menjadi Rp14.081 dibandingkan sebelumnya di posisi Rp14.027 per dolar AS.
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2015