Bonn, Jerman (ANTARA News) - Perubahan iklim membawa risiko kecil siklon akan terbentuk di Teluk Persia untuk pertama kalinya, mengancam kota-kota seperti Dubai dan Doha yang tak bersiap menghadapi badai besar, demikian menurut hasil studi yang dipublikasikan di jurnal Nature Climate Change.
Perairan dangkal dan hangat Teluk Persia, tempat siklon tak tercatat pernah terjadi, bisa membangkitkan badai pada masa mendatang sebagai efek samping dari pemanasan global menurut hasil studi yang dilakukan berdasarkan ribuan model komputer itu.
"Kau tidak bisa selalu mengandalkan sejarah untuk memperkirakan masa depan," kata penulis utama studi itu, Ning Lin dari Princeton University, kepada kantor berita Reuters tentang temuannya bersama Kerry Emanuel dari Massachusetts Institute of Technology di Amerika Serikat.
Kemungkinan terjadinya siklon di Teluk Persia, dia mengatakan, "sangat rendah...tapi jika kau membangun pembangkit bertenaga nuklir kau harus memperhatikan hal ini."
Untuk Dubai misalnya, gelombang badai setinggi 1,9 meter bisa terjadi sekali setiap 1.000 tahun berdasarkan penghangatan iklim terkini dan yang tingginya empat meter datang sekali setiap 10.000 tahun menurut perkiraan peneliti.
Hasil studi yang terbit Senin di Nature Climate Change menyebutkan siklon terdekat di Teluk Persia terjadi tahun 2007, ketika siklon Gonu di Laut Arab menghantam Oman dan Iran, menewaskan 78 orang dan menyebabkan kerugian sampai 4,4 miliar dolar AS.
Selain itu, menurut hasil studi Tampa di Florida dan Cairns di Australia, dua tempat di mana siklon sudah terjadi, akan semakin rentan terhadap badai ekstrem pada abad ini.
Menurut para peneliti, saat ini angin topan kemungkinan melanda Tampa sekali setiap 1.000 tahun, menyebabkan gelombang badai setinggi 4,6 meter, dan akan terjadi setiap 60 sampai 450 tahun pada akhir abad 21. Cairns juga rentan terhadap badai-badai yang lebih buruk.
Mereka menjuluki siklon-siklon tropis ekstrem semacam itu "angsa kelabu", dan mengatakan siklon-siklon itu tidak bisa diprediksi hanya berdasar sejarah.
Metafora itu terinspirasi oleh "angsa hitam", yang dianggap tidak mungkin oleh orang-orang Eropa sampai mereka muncul di Australia.
Beberapa studi pada masa lalu juga menunjuk risiko perubahan mendadak dalam sistem iklim berkaitan dengan pemanasan global, termasuk bahwa Samudra Arktik (Kutub Utara) bisa bebas es selama musim panas atau hujan muson bisa keluar jalur.
Jean-Pascal van Ypersele, Wakil Ketua Panel Antar-Pemerintah tentang Perubahan Iklim di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), mengatakan peningkatan gas rumah kaca dari kegiatan manusia berarti lebih banyak akumulasi energi dalam sistem iklim.
"Kejutan buruk iklim bisa terjadi," katanya kepada kantor berita Reuters di pertemuan PBB mengenai kesepakatan untuk memperlambat perubahan iklim di Bonn.
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2015