Pokoknya, kami panggil dulu. Kami lihat keseriusan mereka untuk membuktikan."Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro memastikan akan tetap memanggil lembaga keuangan JP Morgan sehubungan dengan rekomendasi riset di sebuah blog, agar investor global melepaskan kepemilikan aset di Indonesia.
Bambang di Gedung DPR, Jakarta, Senin, mengatakan bahwa dirinya tidak ingin langsung percaya dengan surat klarifikasi JP Morgan, yang menyebutkan rekomendasi tersebut bukan berdasarkan riset mereka, namun opini pribadi si penulis blog tersebut.
"Kami tidak mau terima saja ya. Itu harus clear dulu. Itu benar blog pribadi, dan tidak terafiliasi dengan mereka," ujarnya.
Bambang sebelumnya menyatakan, kemungkinan akan memberikan sanksi terhadap JP Morgan. Namun, ia enggan merinci jenis sanksi yang bisa diberikan pemerintah kepada bank investasi yang bermarkas di Amerika Serikat (AS) itu.
"Pokoknya, kami panggil dulu. Kami lihat keseriusan mereka untuk membuktikan," ujarnya.
Polemik yang timbul melibatkan JP Morgan itu bermula dari hasil riset dan rekomendasi lembaga keuangan tersebut berjudul "IDR rates: Will positioning risk catch up with INDOGBs? Move to U/W."
Dalam surat klarifikasinya terhadap Menkeu, yang juga beredar di kalangan wartawan, JP Morgan menyebutkan terdapat blog dan pemberitaan media siber yang salah mengutip rekomendasi JP Morgan, terutama mengenai rekomendasi menjual (sell) atas obligasi Indonesia.
JP Morgan menyatakan tidak memberikan rekomendasi menjual obligasi Indonesia, seperti yang ditulis oleh blog dan sebuah media siber Indonesia.
Riset JP Morgan yang muncul pada 20 Agustus 2015 itu menurunkan (down grade) obligasi Indonesia dari overweight menjadi underweight.
Penurunan rekomendasi JP Morgan itu muncul karena beberapa pertimbangan. Pertama, kebijakan devaluasi Yuan Tiongkok memperburuk prospek mata uang Asia. Kedua, investor asing mulai menjual obligasi dari pasar negara-negara yang ekonominya sedang tumbuh (emerging market).
Ketiga, kekhawatir meningkatnya utang pemerintah pada tahun depan senilai 10 persen, didorong perkiraan kenaikan defisit anggaran.
Untuk pertimbangan ketiga, J.P Morgan mengacu pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBN) 2016 yang masih dibahas oleh Pemerintah RI dan Dewan Perwakilam Rakyat (DPR).
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2015