"Harga suku cadang kendaraan rata-rata melonjak antara 30-40 persen, sejak dolar AS menguat," kata Ketua Dewan Pimpinan Daerah Organisasi Angkutan Darat (DPD Organda) DIY, Agus Adrianto di Yogyakarta, Jumat.
Menurut dia, terus melemahannya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat membuat beban operasional dengan penerimaan yang diperoleh perusahaan angkutan darat di DIY semakin timpang.
"Seperti suku cadang 'shockbreaker' serta 'cylinder head' itu kan masih diperoleh dari impor," kata dia.
Apalagi, ia mengatakan, sejak awal Agustus 2015 okupansi rata-rata pengusaha angkutan darat juga mengalami penurunan. Okupansi angkutan antarkota antarprovinsi (AKAP) saat ini, menurut dia, mencapai 40-50 persen, sementara untuk angkatan antarkota dalam provinsi (AKDP) hanya mencapai 30-40 persen per hari.
"Jadi Pascalebaran kemarin memang kondisi okupansi penumpang sedang menurun," kata dia.
Menghadapi kondisi tersebut, menurut Agus tidak lantas disikapi dengan menaikkan tarif angkutan, melainkan akan dihadapi dengan melakukan berbagai upaya efisiensi.
"Menaikkan tarif tentu bukan solusi, sebab bisa jadi dengan kebijakan itu peminat angkutan umum justru akan semakin merosot," kata dia.
Adapun berbagai langkah efisensi yang akan ditempuh, menurut dia, di antaranya dengan mengurangi mengurangi jumlah armada yang dioperasikan di lapangan dengan memilah jam-jam tertentu yang dinilai memiliki potensi ekonomi lebih besar.
"Kendaraan di jalan kami kurangi. Misalnya satu perusahaan memiliki 100 armada, maka yang dioperasikan cukup 60 unit," kata dia.
Kendati demikian, Agus mengatakan, dalam waktu dekat Organda DIY juga tetap akan melakukan koordinasi dengan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) DIY guna menyikapi persoalan okupansi serta mahalnya suku cadang kendaraan.
"Akan segera kami lakukan koordinasi dengan Dishubkominfo DIY untuk mencari solusi jalan tengah persoalan yang dihadapi pengusaha kendaraan," kata dia.
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015