Contoh masyarakat kita kalau masih permisif terhadap aksi terorisme ini salah satunya adalah ceramah yang mengandung kekerasan, bahkan menyinggung SARA,"

Malang (ANTARA News) - Anggota Komisi III DPR RI Ahmad Basarah mengemukakan salah satu penyebab berkembangnya paham terorisme di Tanah Air karena masyarakat setempat masih bersikap permisif atau membuka diri dan toleran terhadap bentuk (aksi) terorisme.

"Contoh masyarakat kita kalau masih permisif terhadap aksi terorisme ini salah satunya adalah ceramah yang mengandung kekerasan, bahkan menyinggung SARA. Dalam urusan ceramah agama ini, negara tidak bisa masuk untuk mengatasinya karena adanya Undang-undang yang melarang negara masuk dalam urusan agama," kata Ahmad Basarah dalam dialog Pencegahan Radikalisme di Universitas Brawijaya (UB) Malang, Jawa Timur, Kamis.

Selain masyarakat Indonesia yang masih permisif terhadap aksi terorisme, katanya, berkembangnya terorisme di Tanah Air juga disebabkan lemahnya regulasi pemerintah, artinya, minimnya gerakan nasional yang terstruktur untuk menangani terorisme.

Bahkan, lanjutnya, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) pun tidak bisa menangkap langsung seseorang yang diduga terlibat terorisme. Oleh karena itu, aksi yang paling pas untuk dilibatkan dalam pencegahan terorisme adalah melibatkan Perguruan Tinggi (PT).

"Peran rektor dan para pejabat di lingkungan perguruan tinggi itu penting untuk melakukan deteksi dini dalam upaya menangkal radikalisme, sebab perguruan tinggi di Indonesia disinyalir menjadi sasaran empuk penganut paham radikal untuk mengembangkan pemikirannya," ujarnya.

Menurut dia, kerja sama antara BNPT dengan PT juga harus ditingkatkan untuk mengantisipasi berkembangnya radikalisme.

"Harus ada gerakan nasional yang terstruktur, sistematis dan masif, selain penanggulangan, aksi pencegahan juga penting, ucapnya.

Politisi PDIP itu menilai PT merupakan tempat berbagai pemikiran bersemai di benak mahasiswa. Peran PT juga bisa menyaring pemikiran, sebab di usia muda, mahasiswa sedang getol-getolnya mencari jati diri dan di PT itu pulalah menjadi sasaran rekruitmen aksi terorisme.

Ia mengatakan terorisme merupakan salah satu kejahatan luar biasa yang ada di Indonesia. Terorisme ditetapkan menjadi satu dari tiga kejahatan luar biasa selain korupsi dan penyalahgunaan narkotika. Terorisme lebih menekankan pada paham kekerasan dan radikalisasi yang sekarang berkembang di kalangan mahasiswa.

Sementara itu, Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Pol Drs Hamidin menyatakan doktrin-doktrin terorisme selama ini masih didominasi dengan kedok jihad, padahal jihad tidak mesti menggunakan kekerasan.

"Mahasiswa menjadi sasaran empuk berkembangnya radikalisme. Dan, usia 21-30 tahun ini memang rentan menerima pengaruh dari luar," katanya.

Pewarta: Endang Sukarelawati
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015