... tidak menutup untuk pengeluaran, belum bayar karyawan, belum bayar sewa toko. Ada kekhawatiran ini (toko) bisa tutup...Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar dolar Amerika Serikat yang terus menguat hingga menembus lebih Rp14.000 berimbas pada pemasukan pedagang komputer yang terus merosot. Ini membuat perdagangan komputer dan laptop semakin lesu karena harga-harganya makin mahal.
"Setiap dolar naik, harga komputer, laptop, dan asesoris ikut naik karena ini barang impor semua," kata Koko, penjual dari toko Primaniaga, di Mall Ambasador, Jakarta, kepada www.antaranews.com, Kamis.
Ini dipicu gejolak ekonomi yang dipertegas devaluasi yuan China alias Tiongkok terhadap dolar Amerika Serikat, yang menjadi mata uang utama acuan dunia.
Menurut Koko, mereka terpaksa menanggung harga yang jauh lebih besar alias nombok.
"Kami sudah ketar-ketir. Misal kami beli barang saat nilai tukar dolar AS Rp13.500 tetapi harus bayar dengan nilai tukar saat ini Rp14.000. Jadi banyak nombok-nya. Karena untuk persediaan barang khan kami tidak bayar langsung, bayarnya tempo atau utang," jelas Koko.
Kerugian itu, lanjut Koko, ditambah lagi dengan sepi pembeli selama pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Koko menilai, masyarakat lebih memilih menunda membeli barang saat dolar Amerika Serikat menguat.
Toko yang sudah berdiri selama tujuh tahun itu juga melayani pembelian secara online.
"Pembelian lesu banget. Biasanya dalam satu hari kami bisa menerima pesanan online sampai 50, sekarang hanya 10 pesanan bahkan hari ini baru satu pesanan order," tutur Koko.
"Kalau pembelian langsung di toko, biasanya rata-rata omzet kami per hari sebesar Rp50 juta, tetapi saat ini hanya sekitar Rp10 juta. Pelanggan dari perusahaan juga mengurangi pembelanjaan sekarang," katanya.
Penjual dari toko Ferdy Komputer, Meta, mengungkapkan, penurunan pembeli turun sampai dua kali lipat dari biasanya.
"Dampak naiknya dolar terasa sekali karena pembeli otomatis turun. Kalau dolar naik, pembeli akan mikir dua kali untuk membeli barang-barang," ujar Meta.
Ia mengaku khawatir apabila penguatan dolar terus terjadi dan tidak bisa ditekan, tokonya terpaksa tutup.
"Pendapatan tidak menutup untuk pengeluaran, belum bayar karyawan, belum bayar sewa toko. Ada kekhawatiran ini (toko) bisa tutup," ujarnya.
Menurut Koko, mereka terpaksa menanggung harga yang jauh lebih besar alias nombok.
"Kami sudah ketar-ketir. Misal kami beli barang saat nilai tukar dolar AS Rp13.500 tetapi harus bayar dengan nilai tukar saat ini Rp14.000. Jadi banyak nombok-nya. Karena untuk persediaan barang khan kami tidak bayar langsung, bayarnya tempo atau utang," jelas Koko.
Kerugian itu, lanjut Koko, ditambah lagi dengan sepi pembeli selama pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Koko menilai, masyarakat lebih memilih menunda membeli barang saat dolar Amerika Serikat menguat.
Toko yang sudah berdiri selama tujuh tahun itu juga melayani pembelian secara online.
"Pembelian lesu banget. Biasanya dalam satu hari kami bisa menerima pesanan online sampai 50, sekarang hanya 10 pesanan bahkan hari ini baru satu pesanan order," tutur Koko.
"Kalau pembelian langsung di toko, biasanya rata-rata omzet kami per hari sebesar Rp50 juta, tetapi saat ini hanya sekitar Rp10 juta. Pelanggan dari perusahaan juga mengurangi pembelanjaan sekarang," katanya.
Penjual dari toko Ferdy Komputer, Meta, mengungkapkan, penurunan pembeli turun sampai dua kali lipat dari biasanya.
"Dampak naiknya dolar terasa sekali karena pembeli otomatis turun. Kalau dolar naik, pembeli akan mikir dua kali untuk membeli barang-barang," ujar Meta.
Ia mengaku khawatir apabila penguatan dolar terus terjadi dan tidak bisa ditekan, tokonya terpaksa tutup.
"Pendapatan tidak menutup untuk pengeluaran, belum bayar karyawan, belum bayar sewa toko. Ada kekhawatiran ini (toko) bisa tutup," ujarnya.
Pewarta: Monalisa
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015