... tidak ingin membela diri. Tapi yang jelas keselamatan penerbangan berawal dari kelaikan penerbangan dan informasi yang akurat mengenai cuaca, komunikasi dan sistem navigasi...Ambon (ANTARA News) - Kementerian Perhubungan menggelar lokakarya (workshop) dan sosialisasi tentang keselamatan penerbangan di daerah pegunungan tropis selama dua hari di Ambon, Maluku. Penerbangan dengan bentang geografis seperti ini sangat khas dan perlu pendekatan serta pengelolaan tersendiri.
Direktur Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara Kementerian Perhubungan, Muzaffar Ismail, di Ambon, Selasa, menyatakan, sosialisasi ditujukan terutama kepada maskapai penerbangan yang beroperasi di Indonesia.
Tujuannya mengingatkan kembali tentang aturan dan prosedur-prosedur yang harus dilakukan untuk menjamin keselamatan penerbangan, secara khusus di daerah pegunungan tropis dengan karakter wilayah yang sulit.
Papua sebagai misal, bentang alamnya sangat luas dengan pegunungan terjal dan tinggi, hutan tropis perawan, plus cuaca sangat tidak bisa diramalkan.
Selain itu, juga menampung aspirasi atau pemikiran-pemikiran baru dari kalangan maskapai tentang hal-hal atau aturan yang perlu dibuat untuk meningkatkan jaminan keselamatan penerbangan.
Menjawab wartawan, Ismail menegaskan kegiatan itu tidak dilaksanakan karena peristiwa kecelakaan pesawat Trigana Air di Oksili, Papua, pada 16 Agustus lalu, tetapi merupakan program rutin yang sudah lama dilakukan.
Dalam presentasinya, Kapten Sigit H Hadiyanto, mengungkapkan, angka kecelakaan penerbangan meningkat cukup signifikan sejak 2009.
"Pada 2009 ada empat kecelakaan dengan 30 korban fatal (tewas). Tahun ini, hanya dalam waktu sekitar enam bulan, jumlah korban tewas sudah hampir dua kali lipat dari 2009," katanya.
Baik Ismail maupun Hadiyanto sama menyatakan, hal terpenting yang harus dilakukan untuk keamanan penerbangan adalah sikap tunduk dan ketaatan semua pihak terkait; termasuk maskapai, bandara, dan pilot pada aturan dan prosedur yang sudah ditetapkan.
"Penyebab kecelakaan pesawat sangat kompleks dan butuh waktu sangat lama untuk dapat dipublikasikan kepada masyarakat. Jadi hal yang paling penting adalah tunduk pada panduan dan prosedur," kata Ismail.
Pedoman dan prosedur tetap yang harus dilakukan antara lain pemeriksaan kelaikan pesawat untuk terbang, laporan cuaca daerah tujuan, kesiapan bandara, dan sistem komunikasi dan navigasi.
"Kami tidak ingin membela diri. Tapi yang jelas keselamatan penerbangan berawal dari kelaikan penerbangan dan informasi yang akurat mengenai cuaca, komunikasi dan sistem navigasi," kata Ismail.
Penyataan itu diaminkan Senior Policy Officer dari International Relations Safety Authority Civil Aviation Jeff Street, yang menyatakan hal terpenting adalah panduan dan prosedur keselamatan penerbangan.
Selain itu, juga menampung aspirasi atau pemikiran-pemikiran baru dari kalangan maskapai tentang hal-hal atau aturan yang perlu dibuat untuk meningkatkan jaminan keselamatan penerbangan.
Menjawab wartawan, Ismail menegaskan kegiatan itu tidak dilaksanakan karena peristiwa kecelakaan pesawat Trigana Air di Oksili, Papua, pada 16 Agustus lalu, tetapi merupakan program rutin yang sudah lama dilakukan.
Dalam presentasinya, Kapten Sigit H Hadiyanto, mengungkapkan, angka kecelakaan penerbangan meningkat cukup signifikan sejak 2009.
"Pada 2009 ada empat kecelakaan dengan 30 korban fatal (tewas). Tahun ini, hanya dalam waktu sekitar enam bulan, jumlah korban tewas sudah hampir dua kali lipat dari 2009," katanya.
Baik Ismail maupun Hadiyanto sama menyatakan, hal terpenting yang harus dilakukan untuk keamanan penerbangan adalah sikap tunduk dan ketaatan semua pihak terkait; termasuk maskapai, bandara, dan pilot pada aturan dan prosedur yang sudah ditetapkan.
"Penyebab kecelakaan pesawat sangat kompleks dan butuh waktu sangat lama untuk dapat dipublikasikan kepada masyarakat. Jadi hal yang paling penting adalah tunduk pada panduan dan prosedur," kata Ismail.
Pedoman dan prosedur tetap yang harus dilakukan antara lain pemeriksaan kelaikan pesawat untuk terbang, laporan cuaca daerah tujuan, kesiapan bandara, dan sistem komunikasi dan navigasi.
"Kami tidak ingin membela diri. Tapi yang jelas keselamatan penerbangan berawal dari kelaikan penerbangan dan informasi yang akurat mengenai cuaca, komunikasi dan sistem navigasi," kata Ismail.
Penyataan itu diaminkan Senior Policy Officer dari International Relations Safety Authority Civil Aviation Jeff Street, yang menyatakan hal terpenting adalah panduan dan prosedur keselamatan penerbangan.
"Memang itu yang terpenting. Kita semua harus mengikuti ketentuan-ketentuan yang sudah diatur," katanya, merujuk buku Tropical Mountain Flyng Training Handbook terbitan 2011, yang sudah diterjemahkan ke bahasa Indonesia pada 2013.
Kecelakaan di Papua
Pada sesi pembukaan, penyelenggara menayangkan rekaman video pesawat kecil yang mendarat di salah satu lapangan terbang di kawasan pegunungan Papua.
Ini lokasi insiden pesawat menabrak tebing di muka landasan pacu, kira-kira sepekan sebelum kecelakaan yang menimpa ATR 42-400 Trigana Air di Oksibil.
Insiden itu sendiri menewaskan satu orang.
Hal yang menarik, lapangan terbang di dekat permukiman penduduk itu memiliki landasan pacu yang melengkung ke bawah (tidak rata) dan tidak beraspal. Di ujung landas pacu menganga jurang yang sangat dalam dan ada sungai di bawahnya.
Menurut Ismail, di Papua banyak terdapat lapangan terbang seperti itu.
"Penerbangan ke daerah terpencil itu diperlukan untuk suplai makanan. Kalau tidak penduduk di situ akan kelaparan. Kami sebenarnya sudah minta bupati daerah itu untuk memindahkan permukiman ke daerah yang lebih terbuka," katanya.
Menyinggung tentang kecelakaan pesawat itu, dia mengatakan tempat tujuan penerbangan seperti itu menuntut kelaikan pesawat, akurasi prakiraan cuaca dan jarak pandang, juga pilot yang sangat berpengalaman.
"Apalagi tidak ada menara pengawas dan nihil jaringan komunikasi (blank spot). Jadi kalau informasi awal menyatakan penerbangan tidak aman, ya jangan memaksakan diri," katanya.
Ketika ditanyakan tentang upaya Kementerian Perhubungan membenahi infrastruktur di lapangan terbang seperti itu, Ismail menyatakan hal itu masuk dalam program kementerian, tetapi memang dilakukan secara bertahap.
Berdasarkan pemetaan rute penerbangan di Papua, rute yang dinilai rawan adalah Sentani-Mulia-Sentani, Sentani-Oksibil-Kiwirok-Borme-Sentani, dan Sentani-Abmisibil-Kakluk-Sentani.
Insiden itu sendiri menewaskan satu orang.
Hal yang menarik, lapangan terbang di dekat permukiman penduduk itu memiliki landasan pacu yang melengkung ke bawah (tidak rata) dan tidak beraspal. Di ujung landas pacu menganga jurang yang sangat dalam dan ada sungai di bawahnya.
Menurut Ismail, di Papua banyak terdapat lapangan terbang seperti itu.
"Penerbangan ke daerah terpencil itu diperlukan untuk suplai makanan. Kalau tidak penduduk di situ akan kelaparan. Kami sebenarnya sudah minta bupati daerah itu untuk memindahkan permukiman ke daerah yang lebih terbuka," katanya.
Menyinggung tentang kecelakaan pesawat itu, dia mengatakan tempat tujuan penerbangan seperti itu menuntut kelaikan pesawat, akurasi prakiraan cuaca dan jarak pandang, juga pilot yang sangat berpengalaman.
"Apalagi tidak ada menara pengawas dan nihil jaringan komunikasi (blank spot). Jadi kalau informasi awal menyatakan penerbangan tidak aman, ya jangan memaksakan diri," katanya.
Ketika ditanyakan tentang upaya Kementerian Perhubungan membenahi infrastruktur di lapangan terbang seperti itu, Ismail menyatakan hal itu masuk dalam program kementerian, tetapi memang dilakukan secara bertahap.
Berdasarkan pemetaan rute penerbangan di Papua, rute yang dinilai rawan adalah Sentani-Mulia-Sentani, Sentani-Oksibil-Kiwirok-Borme-Sentani, dan Sentani-Abmisibil-Kakluk-Sentani.
Pewarta: John Sahusilawane
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015