Jakarta (ANTARA News) - "Saya resah, ada kartun mengenai Medan tapi tidak pernah dibuat oleh orang Medan," kata Dodi Pratama, mengungkapkan kegalauan yang memotivasinya menciptakan komik strip Digidoy.
Digi dan Doy adalah karakter utama komik strip tentang kehidupan sehari-sehari di Medan buatan Dodi Pratama, ilustrator sekaligus pendiri Digidoy.
Bagi orang yang baru mengunjungi Medan, ada kemungkinan terjadi miskomunikasi saat bercakap dengan warga setempat karena istilah-istilah yang serupa tapi tak sama. Sisi tata bahasa seperti itulah yang diangkat oleh komik Digidoy.
"Misalnya motor dan kereta, kereta itu sepeda motor, motor itu mobil," kata Dodi, yang lahir di Medan pada 30 September 1990.
Menurut Dodi, yang belajar menggambar secara otodidak, Digidoy menggunakan bahasa tutur warga setempat.
"Pokoknya Medan 'kali," ujar pria yang mendalami Ilmu dan Teknologi Pangan di Universitas Sumatera Utara itu.
Salah satu kisah komik itu berjudul "Kek Ginilah Medan!" (Seperti Inilah Medan), bercerita tentang miskomunikasi yang terjadi terkait istilah teh manis.
Saat ditanya pelayan apa minuman yang ingin dipesan, si tokoh utama menyebut "mandi saja". Dia pun kelabakan saat disiram seember air oleh pelayan yang menyangka si tokoh utama ingin mandi membersihkan badan.
Rupanya "mandi" yang dimaksud oleh tokoh utama adalah minuman "manis dingin", istilah slang untuk es teh manis.
Digidoy, yang usianya telah menginjak setahun, kini diurusi oleh lima orang, termasuk ilustrator, pencari ide konten dan admin yang mengurus media sosial.
Saat ini Digidoy baru terbit dalam bentuk digital di media sosial seperti Facebook, Instagram dan Twitter.
Para admin media sosial bertugas meluruskan kesalahpahaman bila pembaca tidak mengerti istilah bahasa yang digunakan dalam Digidoy dengan menjawab komentar penggemar.
Dodi berharap Digidoy dapat menjadi perintis kemunculan komikus-komikus Medan.
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2015