Kami sadari bahwa memang diperlukan revisi (UU Pilkada) nanti ke depan,"

Yogyakarta (ANTARA News) - Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengatakan pemerintah menyadari Undang-Undang Pilkada mesih bermasalah sehingga sebagai perbaikan jangka panjang perlu direvisi.

"Kami sadari bahwa memang diperlukan revisi (UU Pilkada) nanti ke depan," kata Pratikno usai menghadiri acara diskusi di Balairung, Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Sabtu.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah serta Peraturan KPU(PKPU) Nomor 12 Tahun 2015, daerah yang memiliki kurang dari dua pasangan calon harus mengikuti pilkada serentak periode berikutnya, yaitu pada Februari 2017. Sementara KPU akan mengumumkan penetapan calon yang lolos verifikasi pada 24 Agustus 2015.

"Saya kira semua pihak menyadari bahwa memang perlu ada perbaikan," kata dia.

Meski dianggap bermasalah, menurut Pratikno, Presiden Joko Widodo hingga kini belum memandang penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) sebagai solusi efektif jangka pendek guna memecahkan persoalan pelaksanaan Pilkada serentak 2015.

Menurut dia, hingga saat ini pemerintah masih mencari solusi jalan tengah agar pelaksanaan Pilkada tetap tertata dengan baik.

Persoalan yang berkaitan dengan UU, kata dia, memerlukan pemikiran yang panjang, sehingga membutuhkan proses yang panjang.

"Sampai sekarang pemerintah belum memiliki keputusan untuk menerbitkan Perppu. Kalau ternyata memang ada hal-hal yang perlu diperbaiki, perlu segera diperbaiki, tapi tidak harus lewat Perppu," kata dia.

Secara terpisah, Mantan ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD mendorong agar polemik terkait regulasi pemilihan kepala daerah itu segera dituntaskan.

"Harus segera ada penyelesaian secepatnya," kata Mahfud seusai acara Pekan Konstitusi di Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Sabtu (21/8).

Kendati demikian, menurut mantan Menteri Pertahanan era pemerintahan Gus Dur itu, penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) merupakan solusi efektif untuk mengubah kebijakan itu dalam waktu pendek.

"Perppu paling mudah mengubah kebijakan itu dalam waktu pendek, sementara (revisi) Undang-Undang (UU) gak akan mungkin mengejar waktu," kata dia.

Meski begitu, lanjut Mahfud, kebijakan peneribitan Perppu hanya bisa dikeluarkan ketika kondisi saat ini telah tergolong keadaan genting dan memaksa.

"Kalau kemudian presiden mengeluarkan (Perppu) kemudian DPR menolak kan risiko juga," kata dia.

Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015