Ini merupakan hasil ekstrem yang jarang ditimbulkan predator bukan manusia

Jakarta (ANTARA News) - Hasil studi yang dipublikasikan di jurnal Science membawa pemahaman baru mengenai kepunahan satwa liar, mengecilnya ukuran ikan, dan kekacauan rantai makanan global.

Tim yang dipimpin oleh Dr Chris Darimont dari University of Victoria dan Hakai Institute di Kanada membandingkan pola predasi para pemburu dan nelayan masa ini dengan predator lain yang bersaing merebut mangsa seperti mamalia daratan dan ikan laut.

Dalam artikel berjudul "The unique ecology of human predators" di laman Science, Jumat, para peneliti mengatakan mereka meneliti variasi tingkat eksploitasi tahunan terbatas pada spesies-spesies ikan dari setiap samudra dan mamalia darat dari setiap benua kecuali Antarktika oleh tipe predator (manusia versus bukan manusia) serta pada tingkat ekosistem (laut versus darat), dan tropis.

Hasil survei global mereka menunjukkan bahwa manusia membunuh mangsa dewasa yang merupakan modal reproduktif populasi pada tingkat median 14 kali lebih tinggi dibandingkan predator lain dengan eksploitasi intens pada karnivora darat dan ikan.

Dengan dominansi yang sekompetitif itu serta pengaruhnya pada predator dan perilaku memangsa unik lainnya, para peneliti mengindikasikan bahwa manusia berfungsi sebagai "predator super" tak berkelanjutan, yang kecuali ada pembatasan tambahan dari pengelola akan terus mengubah proses ekologi dan evolusi global.

"Teknologi membunuh kita yang efisien dan jahat, sistem ekonomi global dan pengelolaan sumber daya yang memprioritaskan manfaat jangka pendek bagi kemanusiaan telah membangkitkan manusia predator super," kata Darimont, yang juga direktur sains Raincoast Conservation Foundation.

"Dampak kita seekstrem perilaku kita dan planet menanggung beban dominansi kebuasan kita," katanya dalam siaran publik University of Victoria di EurekAlert!

Menurut para peneliti, manusia sudah menyimpang dari predator lain di alam dalam hal perilaku dan pengaruh.

"Sementara predator utamanya menyasar yang muda atau 'bunga reproduksi' populasi, manusia menurunkan 'modal reproduksi' dengan mengeksploitasi mangsa dewasa," kata penulis studi yang lain, Dr. Tom Reimchen, profesor biologi di University of Victoria.

Perluasan geografis, eksploitasi mangsa naif, teknologi membunuh, simbiosis dengan anjing dan pertumbuhan populasi yang cepat termasuk di antara faktor-faktor yang telah lama menimbulkan dampak besar, termasuk meluasnya kepunahan dan restrukturisasi jaring makanan dan ekosistem di darat dan laut.

Meskipun ada kontribusi dari paradigma "eksploitasi berkelanjutan", manusia jaman ini bisa menyebabkan penurunan mangsa dengan cepat, mendegradasi ekosistem, dan mendedah perubahan evolusioner pada mangsa menurut hasil studi tim Darimont.

"Ini merupakan hasil ekstrem yang jarang ditimbulkan predator bukan manusia," kata mereka.

Mereka mendesak pertimbangan kembali konsep "eksploitasi berkelanjutan" dalam pengelolaan satwa liar dan perikanan.

Model berkelanjutan sesungguhnya, menurut pendapat mereka, akan berarti mengembangkan perubahan budaya, ekonomi, dan kelembagaan yang menempatkan batas pada kegiatan manusia lebih dekat mengikuti perilaku predator alami.

Penerjemah: Maryati
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2015