"Situasi kita memang terus terang bukannya ada dana segar dari luar masuk malah cenderungnya keluar. Tekanan itu kemudian ditambah psikologi pasar," kata Darmin di kantornya, di Jakarta, Kamis.
Tekanan pasar keuangan akibat aliran deras dana keluar, diakui Darmin, cukup tinggi.
Selain sedang berada di pertengahan tahun, dimana momentum pengiriman dividen perusahaan ke luar negeri, sentimen akibat ketidakpastian kenaikan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat juga terus berdampak negatif pada aliran modal ke Indonesia.
"Tidak ada dolar masuk dari luar, maka memang rupiahnya terus melemah," ujar dia.
Selain tekanan dari tingginya dana keluar (capital outflow), Darmin mengakui stabilitas nilai tukar rupiah juga sangat terdampak dari potensi perang kurs, setelah aksi devaluasi kurs yang dilakukan Tiongkok dan Vietnam.
Namun, Darmin melihat fenomena melemahnya kurs rupiah ini tidak akan berlanjut lebih lama. Mantan Gubernur Bank Indonesia ini mengatakan pemerintah sudah menyiapkan langkah antisipasi untuk membendung semakin banyaknya dana keluar.
Salah satu antisipasi itu, kata Darmin, adalah percepatan realisasi proyek-proyek infrastruktur untuk menarik aliran modal ke dalam negeri.
"Itu makanya pintu investasi harus dibuka sebesar-besarnya. Keputusan untuk investasi penting dan harus cepat. Untuk membuka pintu masuknya dolar," kata dia.
Darmin mengatakan proyek-proyek strategis seperti pengerjaan kereta cepat perkotaan atau Light Rail Transit (LRT) akan dipercepat. Rancangan Peraturan Presiden mengenai pengerjaan LRT tersebut akan diserahkan ke Presiden Joko Widodo pada Jumat (21/8) esok.
Sementara itu, meskipun sempat menyentuh level psikologis baru di Rp13.947 per dolar AS, nilai tukar rupiah kembali ke level Rp13.800.
Dari data yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Kamis sore, nilai tukar rupiah menjadi Rp13.866,00, melemah 24 poin dibandingkan posisi sebelumnya di Kamis pagi pada posisi Rp13.842 per dolar AS.
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015