"IHSG BEI sedang berada dalam tren penurunan, salah satu pemicunya yakni fundamental emiten yang negatif karena nilai tukar rupiah yang terus mengalami depresiasi terhadap dolar AS," ujar Kepala Riset PT Recapital Securities, Andrew Argado, di Jakarta, Rabu.
Ia mengemukakan, mayoritas perusahaan di Indonesia bergantung pada bahan baku impor yang dibayar dalam dolar Ameria Serikat.
Saat dolar Amerika Serikat naik terhadap rupiah maka beban biaya bagi perusahaan otomatis meningkat, situasi itu akan memicu pendapatan dan laba tergerus, sehingga investor saham menurunkan harapannya terhadap fundamental perusahaan tercatat atau emiten.
"Pelaku pasar merespon dengan aksi lepas saham di BEI. Jadi, wajar harga saja IHSG terkoreksi karena fundamental emiten negatif," katanya.
Argado menambahkan, sentimen data neraca perdagangan Indonesia periode Juli 2015 yang surplus belum mampu menjaga kepercayaan pelaku pasar saham.
"Pelaku pasar merespon dengan aksi lepas saham di BEI. Jadi, wajar harga saja IHSG terkoreksi karena fundamental emiten negatif," katanya.
Argado menambahkan, sentimen data neraca perdagangan Indonesia periode Juli 2015 yang surplus belum mampu menjaga kepercayaan pelaku pasar saham.
Pasalnya, surplus neraca perdagangan Indonesia tidak berasal dari kinerja ekspor yang membaik. Sebaliknya, surplus diakibatkan oleh nilai impor yang turun.
Badan Pusat Statistik mengumumkan kinerja ekspor periode Januari-Juli 2015 mencapai 89,76 miliar dolar AS, atau mengalami penurunan sebesar 12,81 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama pada 2014 lalu yakni sebesar 102,9 miliar dolar Amerika Serikat.
Sementara nilai impor Januari-Juli 2015 mencapai 84,03 miliar dolar Amerika Serikat atau menurun sebesar 25,18 persen jika dibandingkan periode sama 2014 lalu yang sebesar 104,0 miliar dolar Amerika Serikat.
"Menurunnya kinerja ekspor-impor memberi sinyal ekonomi Indonesia masih melambat," kata Argado.
Sementara itu, analis dari Investa Saran Mandiri, Kiswoyo Adi Joe, mengatakan, aksi lepas saham pelaku pasar juga tidak lepas dari sentimen kenaikan suku bunga AS (Fed fund rate), kalangan analis memproyeksikan the Fed akan menaikan suku bunganya pada September mendatang.
"Kamis (20/8) dini hari nanti, the Fed akan merilis hasil rapat dewan penyusun kebijakan moneter The Fed atau Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC). Jika hasil FOMC memberi pandangan suku bunga naik, maka potensi IHSG BEI kembali tertekan cukup terbuka," katanya.
Naiknya suku bunga the Fed, lanjut dia, akan mendorong dana investasi dari negara berkembang, termasuk Indonesia masuk ke Amerika Serikat, dengan suku bunga AS yang naik maka investor memandang imbal hasil investasi di AS lebih menarik.
Menurut dia, sentimen yang dapat menahan pemodal asing keluar dari pasar Indonesia yakni pemerintah dapat mempercepat penyerapan anggaran belanja modal dan barang dalam rangka mendorong pembangunan infrastruktur.
"Investor berharap, eksekusi proyek infrastruktur dapat lebih cepat sehingga dapat menopang perekonomian yang akhirnya mendorong kinerja emiten," katanya.
Selain itu, lanjut Kiswoyo Adi Joe, salah satu yang dapat menahan tekanan IHSG BEI yakni relaksasi peraturan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), salah satunya kebijakan "buyback" (pembelian kembali) saham tanpa melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Tercatat dalam data BEI per 19 Agustus 2015, IHSG BEI mengalami koreksi sebesar 14,21 persen menjadi 4.484,24 poin (year to date). Sementara pelaku pasar asing telah membukukan jual bersih atau "foreign net sell" sebesar Rp1,035 triliun (year to date). ***3***
Badan Pusat Statistik mengumumkan kinerja ekspor periode Januari-Juli 2015 mencapai 89,76 miliar dolar AS, atau mengalami penurunan sebesar 12,81 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama pada 2014 lalu yakni sebesar 102,9 miliar dolar Amerika Serikat.
Sementara nilai impor Januari-Juli 2015 mencapai 84,03 miliar dolar Amerika Serikat atau menurun sebesar 25,18 persen jika dibandingkan periode sama 2014 lalu yang sebesar 104,0 miliar dolar Amerika Serikat.
"Menurunnya kinerja ekspor-impor memberi sinyal ekonomi Indonesia masih melambat," kata Argado.
Sementara itu, analis dari Investa Saran Mandiri, Kiswoyo Adi Joe, mengatakan, aksi lepas saham pelaku pasar juga tidak lepas dari sentimen kenaikan suku bunga AS (Fed fund rate), kalangan analis memproyeksikan the Fed akan menaikan suku bunganya pada September mendatang.
"Kamis (20/8) dini hari nanti, the Fed akan merilis hasil rapat dewan penyusun kebijakan moneter The Fed atau Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC). Jika hasil FOMC memberi pandangan suku bunga naik, maka potensi IHSG BEI kembali tertekan cukup terbuka," katanya.
Naiknya suku bunga the Fed, lanjut dia, akan mendorong dana investasi dari negara berkembang, termasuk Indonesia masuk ke Amerika Serikat, dengan suku bunga AS yang naik maka investor memandang imbal hasil investasi di AS lebih menarik.
Menurut dia, sentimen yang dapat menahan pemodal asing keluar dari pasar Indonesia yakni pemerintah dapat mempercepat penyerapan anggaran belanja modal dan barang dalam rangka mendorong pembangunan infrastruktur.
"Investor berharap, eksekusi proyek infrastruktur dapat lebih cepat sehingga dapat menopang perekonomian yang akhirnya mendorong kinerja emiten," katanya.
Selain itu, lanjut Kiswoyo Adi Joe, salah satu yang dapat menahan tekanan IHSG BEI yakni relaksasi peraturan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), salah satunya kebijakan "buyback" (pembelian kembali) saham tanpa melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Tercatat dalam data BEI per 19 Agustus 2015, IHSG BEI mengalami koreksi sebesar 14,21 persen menjadi 4.484,24 poin (year to date). Sementara pelaku pasar asing telah membukukan jual bersih atau "foreign net sell" sebesar Rp1,035 triliun (year to date). ***3***
Oleh Zubi Mahrofi
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015