"Dengan usia seperti itu, masyarakat Indonesia sudah semakin dewasa dalam berpikir dan bertindak untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan mengisi kemerdekaan dengan membantu pemerintah menciptakan perdamaian demi mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera," kata Ahmad Satori di Jakarta, Rabu.
Menurut guru besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarief Hidayatullah Jakarta ini, budaya kekerasan, apalagi radikalisme dan terorisme, sama sekali bukan watak bangsa Indonesia. Apalagi bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang santun dan memiliki toleransi yang tinggi.
Selama ini, kata Ahmad Satori, Ikadi terus membantu upaya pencegahan kekerasan dan radikalisme yang timbul di masyarakat dengan memberikan penyuluhan di sekolah-sekolah, perkumpulan remaja, dan beberapa kegiatan remaja lainnya.
Menurut dia, upaya menekan budaya kekerasan juga bisa dimulai dengan menciptakan keluarga yang sakinah, yakni keluarga yang tenteram dan berlimpah kasih sayang, karena kehancuran rumah tangga juga dapat mengakibatkan tidak baiknya sikap dan perilaku anak-anak.
Hal senada dikemukakan dosen Fakultas Firasat Islamiyah UIN Syarief Hidayatullah Jakarta Sahabuddin.
Menurut dia, budaya kekerasan seharusnya bisa diminimalisasi dengan meningkatkan toleransi dan juga kembali ke jalan Islam yang benar, yaitu Islam Rahmatan Lil Alamin.
"Ini menjadi tantangan bangsa Indonesia setelah memasuki usia 70 tahun. Kita semua harus bisa melakukan introspeksi diri dengan bermuhasabah dan menjalin toleransi yang lebih erat lagi," kata dia.
Ia mengatakan semua pihak harus terlibat dalam pencegahan budaya kekerasan dan radikalisme, karena persoalan itu tidak bisa diselesaikan hanya melalui pendekatan hukum dan keamanan.
"Terlepas dari simbol agama apa pun yang mereka gunakan, kekerasan dan radikalisme merupakan musuh bersama umat beragama," kata dia.
Ia mengatakan agama adalah sumber kebaikan dan kedamaian. Karena itu, budaya kekerasan, apalagi terorisme, tidak memiliki akar di dalam semua agama.
"Semua aksi teror pada dasarnya bukan tindakan keagamaan, terutama bagi agama Islam yang sangat keras dalam mengecam budaya kekerasan dan terorisme. Itu semua ada dalam Al Quran," kata alumnus Universitas Al Azhar Mesir itu.
Menurut guru besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarief Hidayatullah Jakarta ini, budaya kekerasan, apalagi radikalisme dan terorisme, sama sekali bukan watak bangsa Indonesia. Apalagi bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang santun dan memiliki toleransi yang tinggi.
Selama ini, kata Ahmad Satori, Ikadi terus membantu upaya pencegahan kekerasan dan radikalisme yang timbul di masyarakat dengan memberikan penyuluhan di sekolah-sekolah, perkumpulan remaja, dan beberapa kegiatan remaja lainnya.
Menurut dia, upaya menekan budaya kekerasan juga bisa dimulai dengan menciptakan keluarga yang sakinah, yakni keluarga yang tenteram dan berlimpah kasih sayang, karena kehancuran rumah tangga juga dapat mengakibatkan tidak baiknya sikap dan perilaku anak-anak.
Hal senada dikemukakan dosen Fakultas Firasat Islamiyah UIN Syarief Hidayatullah Jakarta Sahabuddin.
Menurut dia, budaya kekerasan seharusnya bisa diminimalisasi dengan meningkatkan toleransi dan juga kembali ke jalan Islam yang benar, yaitu Islam Rahmatan Lil Alamin.
"Ini menjadi tantangan bangsa Indonesia setelah memasuki usia 70 tahun. Kita semua harus bisa melakukan introspeksi diri dengan bermuhasabah dan menjalin toleransi yang lebih erat lagi," kata dia.
Ia mengatakan semua pihak harus terlibat dalam pencegahan budaya kekerasan dan radikalisme, karena persoalan itu tidak bisa diselesaikan hanya melalui pendekatan hukum dan keamanan.
"Terlepas dari simbol agama apa pun yang mereka gunakan, kekerasan dan radikalisme merupakan musuh bersama umat beragama," kata dia.
Ia mengatakan agama adalah sumber kebaikan dan kedamaian. Karena itu, budaya kekerasan, apalagi terorisme, tidak memiliki akar di dalam semua agama.
"Semua aksi teror pada dasarnya bukan tindakan keagamaan, terutama bagi agama Islam yang sangat keras dalam mengecam budaya kekerasan dan terorisme. Itu semua ada dalam Al Quran," kata alumnus Universitas Al Azhar Mesir itu.
Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015