"Rupiah bergerak stabil cenderung menguat, sentimen dari Tiongkok mengenai devaluasi mata uang yuan mulai mereda. Saat ini, pelaku pasar sedang menanti data inflasi Amerika Serikat dan hasil rapat dewan penyusun kebijakan moneter The Fed atau Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC)," kata Analis PT Platon Niaga Berjangka Lukman Leong di Jakarta, Rabu.
Ia mengatakan hasil FOMC dapat memberikan petunjuk bagi pelaku pasar uang untuk memprediksi kapan The Fed mulai akan menaikan suku bunganya, beberapa kalangan memproyeksikan suku bunga AS (Fed fund rate) akan terjadi pada tahun ini.
Ia menambahkan bahwa dolar AS mengalami pelemahan menyusul stok minyak Amerika Serikat yang cenderung menurun, situasi itu mendorong harga minyak dunia bergerak menguat.
Selain itu, aktivitas manufaktur Amerika Serikat pada bulan Juli juga cenderung melambat.
Dari dalam negeri, ia menambahkan bahwa data neraca perdagangan Indonesia yang mengalami surplus ditanggapi bervariasi, sebagian pelaku pasar merespons positif, namun sebagian pelaku pasar juga menanggapi negatif karena nilai ekspor dan impor mengalami penurunan.
"Pembangunan infrastruktur bahan baku utamanya beraasal dari impor, dengan nilai impor yang menurun maka belanja modal untuk infrastruktur masih minim," katanya.
Badan Pusat Statistik (BPS) merilis kinerja ekspor periode Januari-Juli 2015 mencapai 89,76 miliar dolar AS, atau mengalami penurunan sebesar 12,81 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama pada 2014 lalu yakni sebesar 102,9 miliar dolar AS.
Sementara nilai impor Januari-Juli 2015 mencapai 84,03 miliar dolar AS atau mengalami penurunan sebesar 25,18 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2014 lalu yang sebesar 104,0 miliar dolar AS.
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2015