Sejumlah warga di Sebatik, Selasa mengaku sangat senang dengan adanya pasar murah sembilan bahan pokok atau Sembako yang digelar oleh Perum Perhutani dan PT Pos Indonesia itu.
Roswati, salah seorang warga Desa Tanjung Aru mengaku senang ada pasar Sembako yang harganya tergolong sangat murah itu.
Seperti warga perbatasan lainnya, Roswati yang selama ini cukup mengeluhkan harga Sembako yang tinggi --bisa dua kali lipat dari harga normal di kota lain-- menyambut gembira adanya pasar sembilan bahan pokok dengan potongan harga 70 persen.
Harga kebutuhan pokok di Pulau Sebatik selama ini cukup tinggi karena sebagian didatangkan dari Tawau, Malaysia Timur yang berdasarkan kurs ringgit Malaysia.
Pasokan barang dari Malaysia untuk warga Sebatik bukan hal yang baru karena perdagangan tradisional sudah puluhan tahun berjalan. Bahkan, selain menggunakan rupiah maka uang ringgit juga masih digunakan oleh warga di sana untuk transaksi.
Terkait pasar Sembako murah itu, Direktur Utama Perhutani Mustoha Iskandar menyatakan bahwa kegiatan itu sebagai rangkaian acara "BUMN Hadir Untuk Negeri" terkait HUT ke-70 RI.
"Ini bentuk pengabdian kami bersama PT Pos Indonesia bagi warga perbatasan yang tampak antusias menyerbu pasar murah Sembako," katanya.
Mengenai sulitnya mendapatkan produk-produk tanah air ketimbang Malaysia, menurut Kepala Desa Tanjung Aru, Palani bahwa karena masalah geografis daerah tersebut yang lebih dekat dengan Malaysia.
"Bukan karena kami tidak cinta produk dalam negeri," katanya mengenai hampir 90 persen sembako yang beredar di Pulau Sebatik berasal dari negara tetangga.
Luas wilayah Sebatik (Indonesia) 104,42 km2 dan berdasarkan data Pemkab Nunukan 2013 penduduknya berjumlah 5.201 jiwa dengan kepadatan penduduk mencapai 101,8 jiwa/km2.
Pulau Sebatik kini --sesuai Perda Kabupaten Nunukan Nomor 25 Tahun 2011 tentang Pemekaran Wilayah Kecamatan-- terdiri dari Kecamatan Sebatik, Kecamatan Sebatik Barat, Kecamatan Sebatik Timur, Kecamatan Sebatik Utara dan Kecamatan Sebatik Tengah.
Pewarta: Iskandar Zulkarnaen
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015