Jakarta (ANTARA News) - Kurs rupiah dalam transaksi antarbank di Jakarta turun 17 poin dari posisi terakhir sebelumnya menjadi Rp13.818 per dolar AS pada Selasa pagi.
"Walaupun isu devaluasi yuan Tiongkok sudah mereda, namun harga minyak dan komoditas lain yang bergerak turun mengangkat mata uang dolar AS sehingga rupiah terkena imbasnya," kata Ekonom Samuel Sekuritas, Rangga Cipta.
Di sisi lain, dia menjelaskan, defisit neraca transaksi berjalan yang melebar serta keseluruhan neraca pembayaran yang defisit menambah tekanan terhadap rupiah.
"Saat ini, pelaku pasar sedang menunggu hasil kebijakan Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia," kata Rangga, yang memperkirakan suku bunga acuan Bank Indonesia tetap di tengah tingginya volatilitas rupiah.
Analis PT Platon Niaga Berjangka Lukman Leong menambahkan fundamental ekonomi nasional memang sedang kurang kondusif sehingga nilai tukar rupiah terhadap dolar AS kembali melemah.
Kendati demikian, Lukman mengatakan, pidato Presiden mengenai Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2016 beserta Nota Keuangannya pada Jumat (14/8) dinilai cukup realistis di tengah perekonomian global yang sedang bergejolak.
"Yang terpenting bagi pemerintah adalah tetap berkomitmen untuk mencapai asumsi yang telah disampaikan seperti pertumbuhan ekonomi 5,5 persen serta menjaga inflasi tetap rendah di level 4,7 persen," katanya.
Ia menjelaskan nilai tukar rupiah dan dolar AS juga terpengaruh spekulasi mengenai peluang kenaikan suku bunga acuan Amerika Serikat bulan September, yang menambah kekhawatiran pasar dengan penjualan ritel Amerika Serikat yang meningkat.
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2015