"Bajaj kapan merdekanya? Masih narik aja," celetuk sang teman saat Waiping hendak menarik bajaj.
"Kita kan masih dijajah kemiskinan," jawab Waiping.
Celetukan sang teman tidak membuat Waiping kecil hati, kendati memang sang teman berbicara apa adanya soal Waiping.
"Dari punya anak satu, sekarang punya anak tiga cucu dua," ujar dia kepada ANTARA News, Senin.
Waiping pernah bekerja sebagai montir, namun malah kembali menarik bajaj.
"Sebelumnya pernah jadi montir, berhubung pekerjaannya terikat, menguras tenaga, dan usia sudah tua, jadi saya narik saja sampai sekarang," kata dia.
Waiping mengenang masa lalu, awal ketika dia menjadi supir bajaj. Saat itu penghasilannya jauh lebih besar dari yang didapatnya saat ini.
"Kalau dulu, sehari saja narik bisa menutupi kebutuhan seminggu, kalau sekarang untuk sehari saja susah kalau istri enggak dagang," kata Waiping.
Waiping mengaku penghasilannya jauh menurun dibandingkan dengan dulu. Kini saat sedang ramai penumpang saja, dia hanya bisa membawa pulang Rp 70.000.
"Dulu kasih uang Rp10.000 ke ibu (istri) sudah bisa menghidupi dapur, bisa beli minyak tanah, bisa makan telur, ayam," ujar dia.
"Kalau dulu saya narik bisa dapat dua gram emas sehari, sekarang setengahnya saja enggak bisa beli," sambung dia.
Yang membuat situasi berubah seperti itu adalah karena begitu banyakanya kendaraan di jalan-jalan ibu kota saat ini.
Banyak warga yang telah memiliki kendaraan pribadi. Bukan hanya oleh itu, bajaj juga telah tergeser alat transportasi umum lainnya yang lebih modern.
"Dulu kendaraan enggak banyak, ojek-ojek enggak ada, kalau sekarang hasil produksi kendaraan terus dikeluarkan, tapi enggak mikir efeknya," kata dia.
Waiping tidak bersumpah serapah, apalagi frustasi, karena kenyataannya dia siap menerima keadaan apa pun yang dihadapinya. Karena jaman memang berubah.
"Harapannya, meski produksi tinggi, uang mudah dicari," kata dia.
Walaupun hidup sederhana, Waiping bersyukur mampu menafkahi keluarga dan membesarkan anak-anaknya.
"Alhamdulillah, dua anak tamat SMK, sekarang sudah kerja, anak yang terakhir masih kuliah," katanya tanpa bisa menyembunyikan kebanggaannya.
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2015