Tentu itu suatu niat yang baik tapi proses itu harus disosialisasikan ke seluruh jajaran dan masyarakat, jangan sampai salah interpretasi apa yang dimaksud rekonsiliasi dan bagaimana konsepnya, tentu semuanya harus memahami,"

Jakarta (ANTARA News) - Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Jenderal Polisi Badrodin Haiti menilai niat baik memperbaiki hubungan atau rekonsiliasi dari pemerintah atas pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) masa lalu di Indonesia membutuhkan sosialisasi mendalam.

"Tentu itu suatu niat yang baik tapi proses itu harus disosialisasikan ke seluruh jajaran dan masyarakat, jangan sampai salah interpretasi apa yang dimaksud rekonsiliasi dan bagaimana konsepnya, tentu semuanya harus memahami," kata Badrodin setelah menghadiri acara Sidang Tahunan MPR/DPR/DPD di Kompleks Perlemen, Senayan, Jakarta, Jumat.

Menurut jenderal bintang empat tersebut, jika masyarakat atau jajaran pemerintahan tidak memahami tujuan dan esensi dari langkah rekonsiliasi itu, akan berakibat kontra produktif-nya usaha tersebut untuk penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu.

"Akibatnya akan kontra produktif, karena jika tidak memahami itu, tentu akan menimbulkan persepsi yang negatif," ujar dia.

Lebih lanjut, Badrodin menilai seharusnya masyarakat mendukung langkah tersebut jika konsep dari langkah rekonsiliasi tersebut dirasa baik dan bermanfaat untuk kemajuan.

Langkah pertama, kata Badrodin, pemerintah dengan melalui Komnas Ham bisa melakukan pendekatan dengan WNI di luar negeri yang karena satu dan lain hal tidak bisa pulang ke tanah air, padahal dia ingin dimakamkan di tanah kelahirannya.

"Nah hal seperti tentu itu bisa diakomodasi selama dia menuntut hak yang sama dengan yang lain saya pikir tidak ada masalah," katanya.

Sehingga, lanjutnya, dengan adanya pengertian dan sosialisasi tersebut, ada kemajuan di dalamnya proses penyelesaian kasus HAM di masa lalu. Karena, menurut dia, hal tersebut tidak bisa dilakukan sekaligus.

"Step by step, kita tidak bisa menyelesaikan hal tersebut tidak bisa sekaligus, harus ada tahapan-tahapan," ujar dia.

Dia juga menambahkan Indonesia harus bangkit setelah 70 tahun merdeka karena bangsa ini sudah penuh dengan pengalaman. Saat ini tinggal bagaimana Indonesia bisa belajar dari pengalaman dan membenahi bangsa.

"Tentu kita harus bangkit, setelah 70 tahun kita sudah melewati banyak pengalaman sejarah, politik, ekonomi, sosial dan budaya. Sekarang bagaimana belajar dari pengalaman ini dan membenahi bangsa untuk bangkit dan menjadi negara maju," tuturnya.

Pemerintah Indonesia sejak awal memang menghendaki pendekatan rekonsiliasi ketimbang upaya peradilan dalam menyelesaikan masalah HAM masa lalu.

Mereka menganggap penyelesaian melalui jalur hukum dianggap sulit digelar karena berbagai alasan, diantaranya kesulitan menemukan bukti-bukti atau saksi-saksi, terutama untuk kasus-kasus lama.

Maka muncullah konsep rekonsiliasi, rehabilitasi, dan kompensasi, yang dianggap sebagai jalan paling bijaksana untuk menyelesaikan masalah-masalah kekerasan masa lalu.

Komnas HAM diketahui telah menyelesaikan penyelidikan tujuh kasus pelanggaran HAM masa lalu dan menyerahkan berkasnya kepada Kejaksaan Agung. Namun laporan itu tidak pernah sampai berujung ke ranah peradilan lantaran hasil temuan Komnas HAM dianggap masih kurang bukti.

Sejumlah kasus pelanggaran berat HAM yang telah diselidiki Komnas HAM di antaranya adalah kasus pembantaian massal 1965, penembakan misterius, kasus Talangsari (Lampung), kerusuhan Mei 1998, dan penculikan sejumlah aktivis.

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015