"Ini menguntungkan warga tempatan khususnya yang memiliki rumah kontrakkan dan kos-kosan," kata Said (42), warga di lingkungan Perumahan Bukitmas Regency I, Jalan Bukitbarisan, Tenayanraya, Pekanbaru, Jumat siang.
Said merupakan warga yang memiliki cukup banyak rumah kontrakan di dalam Kompleks Perumahan Bukitmas Regency I.
Ia mengatakan, saat ini seluruh rumah kontrakan yang berjumlah 5 unit telah terisi, rata-rata adalah para pekerja PLTU Tenayanraya yang mengontraknya satu hingga dua tahun ke depan.
"Satu unit rumah bervariasi harga per tahunnya, sesuai dengan tipenya. Untik yang tipe 54 dengan luas tanah 160 meter persegi, dikontrakkan seharga Rp17 juta per tahun. Sementara untuk yang tipe 45 dengan luas tanah 130 meter persegi, seharga Rp14 juta per tahun," kata Said.
Sementara itu, Odeng (27), warga Jalan Bukitbarisan, Tenayanraya, mengaku selama stau bulan terakhir mendapatkan tambahan pemasukan setelah berprofesi ganda menjadi calo rumah kontrakan.
"Saya yang mencarikan orang untuk mengontrak di lingkungan Perumahan Bukitmas Regency I dan kompleks perumahan lainnya di Bukitbarisan," katanya.
Sehari-hari, Odeng bekerja sebagai petugas keamanan di salah satu kompleks perumahan sekitar Jalan Bukitbarisan.
"Bulan ini saya mendapat lima orang yang akan mengontrak lima rumah di perumahan Bukitbarisan. Lumayan, satu rumah pemiliknya memberikan uang Rp1 juta sampai Rp1,5 juta," katanya.
Selain pemilik rumah kontrakan, pembangunan PLTU Tenayanraya juga mendatangkan keuntungan bagi pemilik tanah di sekitar areal pembangunan. Mereka menjual tanah dengan harga yang jauh lebih besar harganya.
Sementara warga tempatan lainnya, terpantau kebagian rezeki dengan cara membuka warung di sepanjang jalan mengarah ke PLTU hingga di dalam kawasan pembangunan pembangkit listrik bertenaga super itu.
Sebelumnya dikabarkan, pembangunan PLTU Tenayanraya ditargetkan akan tuntas akhir tahun 2015 ini dan bisa dioperasikan. Namun, hanya untuk satu line mesin pembangkit saja dan untuk line lainnya diharapkan akan selesai di Maret 2016.
Manajer Proyek PLTU Tenayanraya, Sugiharto mengatakan mulanya target tersebut bisa lebih awal diselesaikan. Namun, banyak kendala yang dihadapi sehingga menyebabkan pembangunan PLTU dengan kapasitas 2 x 110 Mega Watt (MW) tersebut menjadi lambat.
"Misalnya saja karena kawasan tersebut meruapakan gambut yang mencapai delapan meter sehingga perlu pengerasan tanah yang maksimal," katanya.
Lokasi PLTU kata dia ternyata lahan gambut 6-8 meter sehingga butuh waktu untuk poematangan tanah yang perlu penimbunan.
"Dalam kontrak waktunya empat bulan, tapi di lapangan mengerjakannya sampai satu tahun," kata Sugiharto.
Dampak buruk yang ditimbulkan atas molornya penyelesaian PLTU Tenayanraya saat ini juga dirasakan warga di Peknbaru dan sekitarnya. Pihak Perusahaan Listrik Negara (PLN) Wilayah Riau dan Kepulauan Riau (WRKR) kerap melakukan pemadaman listrik secara bergiliran akibat devisit daya.
Sebagian besar warga memprotes perusahaan itu karena pemadaman kerap dilakukan secara mendadak, bahkan dianggap "tebang pilih". PLN juga dituding mendatangkan kerugian lainnya. Salah satunya tidak membatasi pengembang (developer) perumahan untuk mendapat pasokan daya, khususnya untuk perumahan elite.
"Kalau perumahan subsidi tipe 36, listriknya baru masuk setelah bertahun-tahun diajukan. Kalau listrik untuk perumahan besar nonsubsidi, selalu cepat, bahkan sebelum selesai, sudah ada listriknya. Ini tak adil," kata Hendro (32), warga Tenayanraya.
Pewarta: Fazar Muhardi
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015