Jakarta (ANTARA News) - Tren merger dan akuisisi pada 2015 di Indonesia diprediksi belum beranjak jauh dari tahun 2014 karena faktor pertumbuhan perekonomian yang melambat.
Pada tahun 2014, transaksi merger dan akuisisi di Indonesia terjadi pada level 9 miliar dolar AS, hanya separuh dari total transaksi merger dan akuisisi 2007-2008 yang mencapai 18 miliar dolar AS.
"Jumlah merger dan akuisisi tahun 2015 diperkirakan masih di level tahun 2014 sekitar 9 miliar dolar AS. Kemungkinan besar bisa sedikit di atas tetapi belum recovery merger dan akuisisi di Indonesia," kata Managing Director Accenture Strategy Mergers and Acquisition Bruce Delteil, di Jakarta, Selasa.
Menurut Bruce, pertumbuhan ekonomi, keyakinan stabilitas ekonomi dan garansi di Indonesia, serta konsolidasi industri merupakan hal-hal yang mempengaruhi aksi merger dan akuisisi.
"Yang penting di sini kepercayaan investor. Apa ada pertumbuhan ekonomi di Indonesia, apa punya mata uang yang kuat, bagaimana kebijakan politik dan kebijakan ekonomi. Kondisi global ekonomi pun berpengaruh," jelasnya.
Ia mengungkapkan sejumlah keputusan pemerintah pun berperan penting. Misalnya, keputusan batas kepemilikan asing maksimal 40 persen di setiap bank umum.
"Beberapa keputusan yang diambil Indonesia di beberapa industri dua tahun lalu, misal gagalnya deal antara Bank Danamon dan DBS Group Holding Ltd, maka banyak merger dan akuisisi yang tidak jadi, juga keputusan batasan di industri pertambangan minyak dan gas," ujar Bruce yang menambahkan pemilu yang mempengaruhi turunnya transaksi pada tahun 2014.
"Lalu pada awal 2015 bursa saham Indonesia turun, bahkan di level indeks paling rendah dalam beberapa tahun ini. Maka susah melakukan transaksi besar di Indonesia," tambahnya.
Meskipun begitu, lanjut Bruce, Indonesia masih bisa berupaya mendorong perusahaan Indonesia melakukan transaksi merger dan akuisisi. Sejumlah sektor yang berpeluang antara lain retail, komunikasi, real estate, dan perbankan.
"Prospeknya sebenernya di semester dua lebih tinggi. Kami harap kepercayaan terhadap perekonomian indonesia naik lagi," katanya.
"Ada tren konsolidasi di telekomunikasi. Selain itu salah satu sektor yang bisa diharapkan lebih banyak untuk merger dan akuisisi adalah retail," lanjutnya.
Berdasarkan survey Accenture Strategy di 11 negara di Asia Pasifik, Indonesia merupakan salah satu negara yang terbaik dari transaksi merger dan akuisisi yang dilakukan.
"Kami melihat 50 transaksi paling besar di setiap negara termasuk di Indonesia. Kami survey value sebelum transaksi dan value setelah dua tahun transaksi, apa yang stakeholder dapat. Indonesia salah satu yang terbaik," kata Bruce.
Ia menambahkan 60 persen transaksi di Indonesia dilakukan perusahaan asing yang lebih menaruh keyakinan pada Indonesia.
"Yang penting strateginya perusahaan Indonesia harus jadi leader dalam Indonesia sendiri dan mulai memposisikan diri mereka di Asean," ujarnya.
Pewarta: Monalisa
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015