Komik serial Komando Rajawali yang terbit mulai 2013 mengisahkan tentang perjuangan empat sahabat pada masa sebelum dan setelah kemerdekaan Indonesia.


Empat sahabat, yakni Panji, Jarwo, Ahong, Alit dan seekor monyet bernama Bandrek menjadi tokoh-tokoh utama yang menggiring dan mengajak pembaca ke dalam suasana waktu dan tempat Indonesia pada masa 1944-1949.


Keempatnya tergabung dalam pasukan Komando Rajawali yang dibentuk oleh Jenderal Gatot Subroto saat mereka ingin menyelamatkan anggota keluarga Ahong yang diculik oleh tentara Jepang.


"Saya ingin mengenalkan pembaca dengan cerita sejarah kemerdekaan Indonesia. Karakter fiksi dalam komik bertemu dengan karakter-karakter penting yang nyata, seperti Gatot Subroto, Sudirman, Soeharto, dan Supriyadi," kata ilustrator Komando Rajawali, Thom Dean, saat ditemui Antara di Popcon Asia 2015 JCC Senayan, Jakarta, akhir pekan lalu.


Thom bekerja sama dengan penulis cerita Edna Caroline dalam menciptakan Komando Rajawali.


Lewat komik tersebut, mereka menyajikan bunga sejarah, misalnya, "monyet" adalah panggilan dari Jenderal Gatot Subroto kepada anak buah jika suasana hatinya sedang senang tapi jika ia memanggil bawahannya "yang mulia" artinya dia sedang marah besar.


Karakter Panji dalam komik menjadi pemimpin pasukan Komando Rajawali yang memiliki ciri khas memakai topeng Jawa Timur berwarna merah, hasil buatan ayahnya.

Selain andal membuat strategi dan dekat dengan masyarakat, Panji yang sudah tidak memiliki Ibu ini, dikenal sebagai seorang yang pemberani, berjiwa pemimpin, rajin shalat, namun pemalu kepada perempuan, terutama pada Pertiwi, adik sahabatnya, Alit.

Sementara itu, Ahong diceritakan sebagai anak berdarah Tionghoa yang kaya, namun tidak sombong dan senang bergaul. Ahong juga ahli menyamar dan memiliki ilmu kungfu yang dikuasai dari ayahnya, sang pemilik toko kelontong satu-satunya di Purwokerto.

Karakter lainnya, Alit memiliki perawakan bertubuh besar yang setia kawan dan selalu terdepan untuk tugas-tugas fisik. Alit hanya memiliki ibu dan adik perempuannya bernama Pertiwi, sedangkan ayahnya telah lama meninggal dan kedua kakaknya diambil tentara Jepang untuk kerja paksa "romusha".

Tokoh terakhir, Jarwo, diceritakan sebagai seorang teknisi mesin dan elektronika di kelompok ini. Ia banyak belajar dari ayahnya yang menjadi pesutuh di bengkel Jepang.

Jarwo dikenal sebagai pemuda yang pendiam, introvert dan sering menghabiskan waktu seorang diri atau bermain bersama monyet kesayangannya, Si Bandrek.

Thom juga sengaja menghadirkan hewan monyet sebagai peliharaan Jarwo sebagai representasi sebutan kesayangan Jenderal Gatot Subroto kepada anak buahnya.

"Keempat orang dan satu monyet ini adalah tokoh fiksi, namun latar belakang cerita, tokoh, tempat dan waktu adalah nyata. Contohnya Si Bandrek ini sekalian saya ciptakan karena panggilan dari Gatot Subroto untuk anak buahnya," kata

Untuk memproduksi satu komik ini, Thom beserta timnya melakukan riset dan "editing" hingga finalisasi selama tiga sampai empat bulan.

Proses produksi
Era perjuangan bangsa Indonesia meraih kemerdekaan yang dimulai sejak 1944 saat Jepang mengalami krisis ekonomi dan politik dalam negeri, merupakan titik awal yang mendasari Thom Dean dalam serial pertama.

Menurutnya, tahun 1944-1949 merupakan latar waktu dengan banyak peristiwa besar yang perlu diketahui bangsa Indonesia di masa kini.

"Banyak peristiwa yang terjadi, ada perang dunia II, pemboman Hiroshima dan Nagasaki, pemberontakan di Blitar hingga serangan 1 Maret, hingga pada serial terakhir bercerita saat adanya Agresi Militer II saat sekutu ditarik," kata Thom yang menyukai sejarah dan "game" perang.

Ia pun melakukan riset dari berbagai sumber, seperti wawancara dengan saksi hidup, veteran, buku sejarah, foto-foto lama, museum sejarah hingga mengunjungi tempat asli di berbagai daerah, antara lain Blitar, Yogyakarta, Purworejo dan Surabaya.

Untuk teknik grafis dan visual, Thom menggambar sketsa komik secara manual kemudian memberi warna secara digital agar kesan dramatis, seperti guratan, bercak darah hingga ekspresi wajah dapat digambarkan secara detail.

"Untuk font komik, saya membuat tulisan dari kuas sehingga lebih nyata dan cipratan cat kuas pada halaman pertama komik untuk membuat kesan cipratan darah pertempuran," kata Thom.

Lamanya waktu riset dan detail pada visual ini membuat Tom dan Edna dianugerahi penghargaan Kosasih Award 2014 dengan kategori komik series dengan latar belakang sejarah dengan riset terbaik di Popcon Asia tahun lalu.

Respons pembaca
Sebagai pecinta komik Indonesia yang sedang mengunjungi Popcon Asia 2015, Ira Mahadini, mengaku tertarik saat awal membaca serial pertama Komando Rajawali karena konten cerita yang seru.

"Saya suka komik Indonesia karena jarang ada cerita komik yang bagus. Saat membaca sangat seru dan bikin deg-degan," kata Ira.

Selain masyarakat luas, khususnya anak SD hingga SMP yang menjadi target pembaca, komik ini juga telah dibaca oleh anggota militer.

Penjualan komik yang dipasarkan di toko buku besar seluruh Indonesia ini pun terbilang positif.

"Sejak 2013, penjualannya meningkat dari tahun ke tahun, namun kami tidak bisa menyebut berapa eksemplar yang terjual dan omzetnya," kata salah satu pengembang bisnis penerbit majalah Gatra, Rusdi Tjahyadi.

Atas respons masyarakat yang positif ini, tim produksi Komando Rajawali akan memproduksi edisi keenam dengan sejumlah peristiwa di era 1949 dengan latar tempat yang berbeda, atau di luar Pulau Jawa.

"Rencananya, keempat tokoh ini bisa berpetualang di laut atau udara, namun masih berkelanjutan dari komik sebelumnya," kata Thom.

Oleh Mentari Dwi Gayatri
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015