"Ada 40 kepala keluarga yang tinggal di pal 4 yang sulit air bersih selama musim kering," kata Kepala Desa Kaana, Alamudin saat dihubungi dari Bengkulu, Selasa.
Ia mengatakan masyarakat yang tinggal di perbukitan terpaksa mengambi air bersih ke sumur masjid desa tersebut yang lokasinya berada di dataran lebih rendah.
Meski hujan sudah melanda daerah ini beberapa hari sebelumnya, sumur warga belum dapat diandalkan untuk mendapatkan air bersih.
"Sebagian mengambil air di Sungai Ikuba dan sebagian mengambil air di sumur masjid," ucapnya.
Untuk mengatasi kelangkaan air bersih di masyarakat yang berada di pulau terluar itu, pemerintah desa menyediakan kendaraan roda dua untuk mobilisasi masyarakat yang membutuhkan air.
Camat Pulau Enggano, Marlansius mengatakan masyarakat yang tinggal di perbukitan memang kesulitan air bersih selama musim kering yang melanda Pulau Enggano.
"Hujan sudah lama tidak turun di Enggano sehingga masyarakat yang bermukim di perbukitan memang sulit air," ucapnya.
Sebelumnya Pangkalan TNI Angkatan Laut sudah membangun instalasi pengolahan air bersih di Desa Malakoni.
Namun jarak antara Desa Kaana dengan Desa Malakoni cukup jauh sehingga menyulitkan warga untuk mengambil air bersih, khususnya untuk kebutuhan air minum ke desa itu.
Sebelumnya Ketua Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) Pulau Enggano, Yudi Ariawan Kaitora mengatakan pengembangan tanaman sawit di Desa Kaana turut memperparah ketersediaan air bersih.
"Desa Kaana merupakan salah satu sentra sawit yang sebenarnya sudah dilarang ditanam di Pulau Enggano," katanya.
Ia mengatakan komoditas sawit merupakan tanaman perkebunan yang "rakus" terhadap air sehingga tidak layak dikembangkan di pulau berjarak 106 mil laut dari Kota Bengkulu itu, demi melindungi sumber air tawar.
Pulau Enggano merupakan pulau terluar yang dihuni lebih dari 2.800 jiwa. Masyarakat mendiami lima desa yakni Desa Kahyapu, Kaana, Malakoni, Apoho, Meok dan Banjarsari.
Pewarta: Helti Marini Sipayung
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2015