Malang (ANTARA News) - Lima mahasiswa baru tahun akademik 2015-2016 penyandang disabilitas Universitas Brawijaya Malang yang masuk kategori kurang mampu mendapatkan beasiswa Biaya Pendidikan Mahasiswa Miskin Berprestasi (Bidikmisi)
Ketua Panitia Seleksi Mahasiswa Program Khusus Penyandang Disabilitas (SPKPD) Universitas Brawijaya Malang, Jawa Timur Wahyu Widodo, Selasa, mengatakan dari 14 mahasiswa baru berkebutuhan khusus yang lolos seleksi tersebut, lima diantaranya mendapatkan beasiswa Bidikmisi.
"Tahun lalu juga ada lima mahasiswa difabel yang mendapatkan beasiswa. Hanya saja, kalau tahun lalu yang kita terima kuotanya 20 mahasiswa, tahun ini hanya 14 mahasiswa karena seleksinya sangat ketat, sehingga yang kita terima ya yang benar-benar mampu untuk mengikuti kegiatan perkuliahan," katanya.
Sebab, lanjutnya, berkaca pada tahun-tahun sebelumnya, ada beberapa mahasiswa difabel yang terpaksa drop out (DO) karena tidak mampu mengikuti perkuliahan seperti mahasiswa reguler lainnya. Oleh karena itu, tahun ini seleksinya diperketat, bahkan ada seleksi simulasi proses perkuliahan, mulai dari bagaimana proses mengikuti perkuliahan di dalam kelas hingga penyelesaian tugas kelompok maupun individu.
Ia mengakui meski sudah ada pendamping (relawan) bagi setiap mahasiswa disabilitas, ternyata tetap saja tidak mudah, terutama untuk tunarungu. Sebab, kadang bahasa isyarat yang diperagakan tidak dimengerti kedua belah pihak, sehingga mereka kesulitan mengikuti proses perkuliahan.
Menyinggung sebaran mahasiswa disabilitas tersebut, Wahyu mengatakan hampir merata, namun sebagian besar ada di Fakultas Ilmu Budaya (FIB) unhtuk program sarjana (S1) dan di program studi Manajemen Informatika untuk program vokasi.
Dari 14 mahasiswa difabel yang diterima tahun ini, lanjutnya, sebagian besar adalah tuna rungu, yakni 9 mahasiswa, bahkan untuk program vokasi (D3 ) seluruhnya adalah tunarungu. Selain itu, tunanetra dan tunadaksa.
Tahun ini ada 27 pendaftar difabel yang mengikuti seleksi (SPKPD) di UB, namun setelah dilakukan seleksi administrasi dan berbagai tes, termasuk kesehatan dan wawancara, hanya ada 14 orang dari kuota 20 orang yang memenuhi persyaratan dan kriteria yang ditetapkan.
"Kami tidak mau memaksakan, proses seleksi pun juga kami perketat. Kalau yang bersangkutan memang tidak mampu ya tidak kita loloskan, sebab akan memberatkan mereka sendiri pada saat mengikuti perkuliahan yang ujung-ujungnya nanti bisa DO," katanya.
Universitas Brawijaya menjadi proyek percontohan penerimaan mahasiswa difabel sejak 2012. Saat ini ada puluhan mahasiswa difabel yang tersebar di sejumlah program studi dan selama perkuliahan, mereka didampingi seorang pendamping, baik dari kalangan dosen maupun relawan dari kalangan mahasiswa.
Puluhan mahasiswa difabel tersebut tersebar di sejumlah program studi, kecuali Kedokteran, yakni program studi Akuntansi, Teknik Informatika, Pendidikan Bahasa Indonesia, Perikanan, Arsitek, Pendidikan Bahasa Jepang, Pendidikan Bahasa Inggris, Sastra Jepang, Farmasi, Administrasi Perpajakan, Multimedia, Seni Rupa, serta Perikanan.
Kelas perkuliahan para difabel tersebut rata-rata berada di lantai satu, meski hampir semua lantai sudah dilengkapi dengan fasilitas untuk penyandang difabel.
Pewarta: Endang Sukarelawati
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015