Harus dipastikan juga sebisa mungkin peternak tidak menjual daging sapi dalam bentuk gelondongan kepada tengkulak. Tapi, dalam bentuk karkas (daging segar) secara langsung ke pasar."
Sukabumi (ANTARA News) - Pimpinan Komisi VI DPR RI, Heri Gunawan mengingatkan pemerintah pusat untuk mewaspadai ulah mafia daging yang menyebabkan kenaikan tertinggi harga daging sapi dalam tiga dekade terakhir.
"Pembatasan impor yang dilakukan pemerintah membuat mafia sapi dan eksportir luar menjadi was-was. Mereka terpukul karena akan kehilangan potensi omset triliunan rupiah akibat pembatasan itu, sehingga mafia mulai melakukan rekayasa sehingga harga daging sapi menjadi melonjak. Dan ini yang harus diwaspadai pemerintah khususnya Kementerian Perdagangan RI yang mempunyai wewenang dalam menstabilkan harga," kata Heri Gunawan dalam siaran persnya, Senin.
Menurut dia, hitungannya cukup sederhana jika harga satu ekor sapi Australia ditambah pengapalan dan lain-lain Rp10 juta, maka eksportir itu kehilangan potensi omset sebesar 270 ribu ekor dikurangi 50 ribu ekor dikali Rp10 juta maka omset importir akan hilang sekitar Rp2,2 triliun setiap kuartalnya.
Sehingga setiap tahunnya, mafia akan kehilangan omset Rp8,8 triliun, ini merupakan angka yang fantastis tidak heran jika hilangnya potensi omset tersebut membuat mafia sapi impor menjadi gusar. Mereka berupaya melakukan rekayasa agar pemerintah tetap impor dan ini sudah terlihat dari rekayasa yang semakin kuat.
"Mafia-mafia itu sedang berusaha memainkan harga hingga mencapai angka tertinggi seperti sekarang. Seharusnya Kemendag RI dan Bulog segera melakukan intervensi. Padahal regulasinya sudah jelas, bahkan secara spesifik dalam Perpres tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Penting (Bapokting) Mendag punya wewenang penuh untuk melakukan intervensi harga," tambahnya.
Untuk diketahui, saat ini sedang dilakukan pembatasan impor sapi. Hal itu menjadi wujud konkret perwujudan kedaulatan pangan. Pada kwartal III-2015 izin impor sapi yang sekarang ada di Kemendag hanya 50 ribu ekor. Angka itu menurun drastis dari kwartal sebelumnya yang mencapai 270 ribu ekor.
Heri mengatakan rekayasa mafia itu terstruktur, modus yang mereka mainkan macam-macam mulai memainkan harga beli sapi di peternak serendah mungkin, hanya berkisar Rp25 ribu sampai Rp30 ribu setiap kilogramnya, memotong sapi betina bunting untuk dijual di pasar, dan lain-lain.
"Peternak sapi tidak punya pilihan sama sekali selain menjual sapi mereka dengan harga yang murah. Lebih-lebih di saat musim kemarau seperti sekarang di mana pakan ternak sulit didapat," katanya.
Politisi Partai Gerindra ini menambahkan Kemendag harus lebih pro aktif berkoordinasi dengan Kementerian Pertanian dan institusi terkait seperti Bulog untuk menjaga stabilitas pasokan dan pengamanan distribusi. Jangan sampai peternak-peternak itu terus menjual sapinya ke lingkaran mafia.
"Harus dipastikan juga sebisa mungkin peternak tidak menjual daging sapi dalam bentuk gelondongan kepada tengkulak. Tapi, dalam bentuk karkas (daging segar) secara langsung ke pasar," tambahnya.
Pewarta: Aditya A Rohman
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015