Jakarta (ANTARA News) - Anggota DPR RI mengingatkan pentingnya penguatan pemahaman dan perwujudan ideologi Pancasila pada kalangan generasi muda untuk melawan masuknya paham radikalisme dan terorisme yang bertujuan merusak NKRI.
"Ini semua adalah pengaruh globalisasi dimana budaya luar bisa masuk tanpa terproteksi dengan baik. Di sisi lain, pemahaman nilai-nilai yang ada di Pancasila seperti sikap kekeluargaan, kegotongroyongan dan sebagainya yang saat ini sudah mulai luntur," kata anggota Komisi III DPR RI Syarifuddin Sudding di Jakarta, Kamis.
Masyarakat, terutama generasi muda, harus disadarkan kembali untuk bisa menyaring, bahkan kalau bisa membuang budaya atau ideologi dari Barat karena memang itu tidak sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia.
"Lebih penting lagi, kita semua harus bisa memperkuat ideologi Pancasila dalam nafas dan kehidupan sehari-hari," ujar Syarifuddin Sudding.
Menurut Sudding, perlu dilakukan restorasi dalam rangka untuk mengembangkan nilai-nilai yang betul-betul ada kebanggaan dan cinta terhadap tanah air.
Yang penting lagi, bagaimana mengimplematasikan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dalam mengajarkan sikap toleransi, sikap kerukunan, cinta damai, dan tidak mengedepankan sikap-sikap kekerasan yang mengarah kepada sikap radikalisme.
Ia mencontohkan ada calon hakim Mahkamah Konstitusi yang tidak hafal Pancasila saat melakukan fit & proper test di Komisi III DPR RI. "Ini sudah sangat keterlaluan dan tidak boleh terjadi pada generasi muda kita di saat ini dan masa mendatang."
Karena kalau itu terjadi, katanya, NKRI pasti terancam. "Jadi kita harus bisa menanamkan kembali pemahaman Pancasila di seluruh lapisan masyarakat demi untuk membendung ancaman radikalisme dan terorisme di Indonesia," ungkapnya.
"Saya kira program BNPT baik pencegahan maupun deradikalisai sangat perlu dilakukan. Namun tentunya harus melihat daerah-daerah yang mempunyai potensi yang ada bibit-bibit munculnya paham radikal tersebut," kata pria yang juga pernah aktif sebagai pengurus PSSI di Komite Tetap dan Fair Play periode 2007-2011 lalu.
Sementara pengamat terorisme Nasir Abbas menilai upaya pencegahan paham radikalisme dan terorisme, serta ISIS yang dilakukan oleh BNPT dan segenap lembaga terkait lainnya, sudah berjalan cukup baik.
Ketika awal 2014 lalu banyak sekali eforia yang menyebarkan soal ISIS dan mengajak orang bergabung dengan ISIS. Tapi sekarang sudah tidak ada lagi seperti itu. Bahkan sekarang orang sudah tidak berani lagi memasng bendera-bendera yang berbau kelompok terorisme.
"Artinya, Indonesia sudah berhasil meradius gerakan kelompok tersebut sehingga tidak ada lagi kabar WNI yang berangkat ke Suriah," terang mantan anggota Jamaah Islamiyah ini.
Menurut Nasir Abbas, hal itu tidak lepas dari upaya pemerintah melalui BNPT yang terus melakukan sosialisasi dan pembekalan soal bahaya ISIS di seluruh Indonesia. Ia berharap upaya itu terus digalakkan dan dintensifkan demi menutup ruang gerak paham radikalisme dan terorisme.
"Tentu sosialisasi itu jangan berhenti. Satu lagi, kita juga jangan lengah dengan kondisi ini, karena kelompok radikalisme itu sangat aktif melakukan propaganda," pungkasnya.
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015