Setiap maskapai mencat pesawat-pesawatnya dengan pola tertentu
Paris (ANTARA News) - Jean-Paul Troadec, mantan kepala badan keselamatan transportasi Prancis BEA yang menginvestigasi kecelakaan udara, mengatakan analisis bagian sayap pesawat atau flaperon yang ditemukan di Pulau La Reunion akan fokus kepada dua hal.
Kedua hal itu adalah (1) apakah flaperan itu milik Boeing 777 Malaysia Airlines MH370, dan jika benar (2) itu akan menyingkapkan saat-saat terakhir MH370.
Dia menunjuk misalnya cat pada potongan sayap yang sudah dikonfirmasi berasal dari sebuah pesawat Boeing 777, sebagai elemen kunci penyelidikan.
"Setiap maskapai mencat pesawat-pesawatnya dengan pola tertentu, dan jika cat yang digunakan pada sisa puing itu digunakan pula oleh Malaysia Airlines dan perusahaan-perusahaan penerbangan lainnya, maka akan lebih pasti lagi," kata dia.
Pierre Bascary, mantan direktur pengujian pada Badan Pengadaan Pertahanan Prancis di mana analisis dilangsungkan, menambahkan bahwa maskapai itu mungkin saja menuliskan informasi tertentu pada potongan puing itu seperti kata "Do Not Walk".
"Frasa yang digunakan dan cara frasa itu ditulis juga memberikan petunjuk mengenai asal pesawat," kata dia.
Troadec mengatakan para pakar juga akan mempelajari bagaimana bagian itu terlepas dari sayap.
"Apakah karena tumbukan keras dengan laut atau bukan?" kata dia. "Bagian ini sepertinya dalam kondisi bagus, itu tidak seperti bagian dari sebuah pesawat yang jatuh secara vertikal di laut pada (kecepatan) 900 km per jam."
Dia menambahkan para pakar juga akan meneliti jejak-jejak ledakan atau api.
Sementara itu para pakar juga menunjuk teritip atau siput kecil yang menempeli flaperon akan menjadi petunjuk mengenai berapa lama potongan puing itu berada di air, dan bahkan menjadi petunjuk di perairan sebelah mana puing itu berasal.
"Jika puing itu dihuni teritip air dingin maka itu menunjukkan pesawat tenggelam jauh ke selatan dari yang dikira sebelumnya. Atau jika yang menempelinya teritip tropis, maka itu menunjukkan pesawat jatuh lebih ke utara," kata Shane Ahyong, pakar krustasea dari Museum Australia seperti dikutip AFP.
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2015