Peran tersangka sebagai mantan kepala badan, modusnya `mark up` dan penunjukan langsung dalam proyek ini yang dibiayai APBN."

Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Bupati Bener Meriah periode 2012--2017 Ruslan Abdul Gani sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek pembangunan dermaga Sabang 2011 yang dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Penetapan status tersangka itu berkaitan dengan pengembangan perkara tentang pembangunan Dermaga Sabang BPKS (Badan Pengusahaan Kawasan Sabang) 2011, kata Pelaksana Tugas (Plt.) Wakil Ketua KPK Johan Budi di Jakarta, Selasa (4/8).

Setelah melakukan gelar perkara, kata Johan Budi, disimpulkan penyidik telah menemukan dua alat bukti permulaan yang cukup yang menunjukkan ada tindak pidana korupsi yang diduga dilakukan oleh Ruslan Abdul Gani, mantan Kepala BPKS Sabang. Sekarang yang bersangkutan menjadi Bupati Bener Meriah, Aceh.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyangkakan Pasal 2 Ayat (1) atau Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 jo. Pasal 65 Ayat (1) KUHP terhadap Ruslan.

Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun.

"Ditemukan dugaan kerugian negara Rp116 miliar yang berasal dari penghitungan kerugian negara sementara," tambah Johan.

Modus yang dilakukan oleh Ruslan, menurut Johan, salah satunya adalah penggelembungan (mark up) anggaran.

"Peran tersangka sebagai mantan kepala badan, modusnya mark up dan penunjukan langsung dalam proyek ini yang dibiayai APBN," jelas Johan.

Kasus tersebut merupakan pengembangan dari kasus sebelumnya yang telah menjerat mantan Kepala PT Nindya Karya Cabang Sumatera Utara dan Aceh yang menjadi kuasa Nindya Sejati Joint Operation (JO) dalam proyek pembangunan dermaga Sabang, Heru Sulaksono dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek tersebut Ramadhani Ismy.

"Kaitan kasus ini dengan tersangka HS (Heru Sulaksono) dan RI (Ramadhan Ismy), tapi untuk tahun 2011 juga," ungkap Johan.

Heru sendiri sudah divonis 9 tahun penjara dan kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp12,6 miliar pada tanggal 1 Desember 2014 karena dinyatakan terbukti bersalah melakukan perbuatan korupsi dan pencucian uang oleh majelis hakim tingkat pertama di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.

Dalam vonis tersebut, perbuatan Heru juga terbukti memperkaya diri Ruslan sejumlah Rp100 juta.

Proyek dermaga sabang ini dikerjakan oleh PT Nindya Karya bekerja sama (joint operation) dengan perusahaan lokal yaitu PT Tuah Sejati dengan Heru ditunjuk sebagai kuasa Nindya Sejati JO. Akan tetapi, pengadaan barang dan jasa pembangunan Dermaga Sabang dari 2004, 2006--2011 dilaksanakan tidak sesuai dengan pedoman pengadaan barang dan jasa pemerintah.

Dalam vonis tersebut, hakim menyatakan pelelangan proyek terbukti diatur oleh PPK dan pihak Nindya Sejati JO berlangsung terus berlanjut dari 2006 hingga 2011, yaitu dengan cara penunjukan langsung dengan alasan proyek tersebut satu kesatuan konstruksi.

Pada saat pengadaan, Heru dan sejumlah orang menggunakan harga perkiraan sendiri yang sudah digelembungkan harganya untuk dijadikan dasar pembuatan surat penawaran oleh Nindya Sejati JO.

Selanjutnya, Heru mensubkontrakan pekerjaan utama kepada CV SAA Inti Karya Teknik pada tahun 2006, kemudian pada tahun 2007--2011 kepada PT Budi Perkasa Alam tanpa persetujuan.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015